Namun, dalam beberapa bulan terakhir ini, pendidikan kita cukup sering dibuat dilema antara mau menggelar sistem pembelajaran tatap muka atau sistem pembelajaran jarak jauh saja.
Berbulan-bulan perdebatannya tak kunjung berakhir dengan bersandar pada alasan kesehatan dan psikososial. Padahal, kedua alasan ini tak bisa saling bentur maupun saling sikut, hanya perlu diselesaikan dengan menghadirkan opsi baru di luar PJJ maupun pembelajaran tatap muka.
Dari sana, alhasil lahirlah pilihan baru sebagai perwujudan dari melek sistem pembelajaran. Sebut saja seperti kegiatan guru kunjung, kelompok belajar kecil, hingga blended bin hybrid learning.
Terdengar cukup baru, kan?Â
Agaknya aktivitas melek orientasi pembelajaran akan sangat mantap ketika disandingkan dengan melek sistem pembelajaran. Meski begitu, penyandingan keduanya perlu didasari dari kebijaksanaan guru maupun orangtua siswa.
Sebagai contoh, ketika sistem pembelajaran digelar secara tatap muka, guru mungkin bisa mengontrol konsentrasi siswa bahkan secara dominan. Meskipun pada dasarnya konsentrasi pelajar akan semakin pecah seiring dengan angka jam dinding yang semakin siang.
Tapi, di era PJJ, kontrol konsentrasi siswa jadi terbatas karena pertemuan yang digelar juga punya batas. Belum lagi dengan permasalahan teknis tak terduga lainnya.
Alhasil, siswa usia 10 tahun yang tadinya memiliki rentang konsentrasi selama 20-30 menit bisa saja berubah menjadi 10 menit. Alasannya? Mungkin sinyal internet lemah, atau video pembelajarannya kabur.
Kalau sudah begitu, sudah pasti metode mengajar ceramah lama-lama sudah tak efektif lagi. adapun orientasi mengajar yang perlu digaungkan adalah menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator, mediator, bahkan juga moderator.