Kalau kita sudah berkisah tentang sekolah, biasanya pihak yang sering tersorot adalah siswa, guru, dan kepala sekolah. Ketiga komponen ini seringkali dijadikan bahan kajian, penelitian, hingga kritik baik dari kalangan pejabat pemerintah maupun masyarakat pada umumnya.
Serunya, pembahasan tentang siswa, guru, dan kepala sekolah pada dasarnya saling berhubungan.
Semisal, ketika pemerintah menyoroti rendahnya nilai literasi siswa, maka pihak yang tersalah bisa saja guru dan kepala sekolah. Karena kompetensi guru kurang, literasi siswa jadi rendah. Karena kepala sekolah "kurang gerak", kompetensi guru jadi mandek.
Meski begitu ceritanya, ada satu pihak lain di balik layar yang tidak boleh kita lupakan peran pentingnya. Siapa itu? Dialah operator sekolah.
Seiras dengan namanya, operator sekolah atau yang sering disingkat OPS adalah mereka yang bertugas mendukung operasional sekolah secara aktif.
Terkadang, saking banyaknya beban, OPS seakan "dipaksa" untuk bekerja secara multitasking. Urusan administrasi guru A belum selesai, eh, kepala sekolah meminta si operator untuk menginput data siswa untuk kemudian diunggah ke situs Dapodik (Data Pokok Peserta Didik).
Alhasil, makin sibuklah si OPS tadi. Paling tidak, dirinya harus ke sekolah dan bongkar-bongkar segenap arsip di ruang Tata Usaha.
Memangnya tugas operator di sebuah sekolah sebanyak itu, ya? Setahuku, memang banyak, sih.
OPS kerjanya mengurusi administrasi sekolah, administrasi siswa, administrasi guru dan kepala sekolah, administrasi keuangan sekolah, administrasi sarana dan prasarana, serta berbagai kegiatan tak terduga lainnya.
Lha, kok tak terduga?
Contoh kasusnya seperti ini. seorang guru A diminta untuk mengumpulkan SK terbaru dengan ketentuan berformat PDF dan berukuran di bawah 200Kb. Pertanyaanku sekarang, apakah semua guru bisa mengubah format SK serta mengecilkan ukurannya menjadi di bawah 200Kb?