Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

3 Hal yang Membuat Aku Mencintai Ayah Setulus dan Sepenuhnya

27 Oktober 2020   12:23 Diperbarui: 27 Oktober 2020   12:48 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ayah dan Anak. Gambar oleh StockSnap dari Pixabay 

Ayah adalah sosok pria yang paling spesial bagiku, setara dengan Ibu. Hal ini tak bisa dimungkiri, karena bagaimanapun jauhnya jarak antara seorang anak dari ayah, tetap saja ada darah yang mengalir sebagai kesatuan cinta.

Bila di sisi seberang banyak orang punya anggapan bahwa anak laki-laki cenderung lebih dekat dengan ibu, kisah ini tak sepenuhnya berlaku pada diriku. Aku juga punya adik perempuan (bungsu), tapi intensitas kedekatakan antara aku dan adikku dengan ayah bisa dibilang setara.

Umurku dan umur adik perempuanku berjarak 12 tahun, sedangkan umurku dan umur adik laki-lakiku berjarak 6 tahun. Sebagai anak sulung, akulah yang lebih lama dekat dan terus bersama-sama dengan ayah.

Alhamdulillah, aku masih diberi kesempatan untuk terus berbakti dan terus ada di dekatnya. Dalam tulisan ini, izinkan aku untuk sedikit bercerita tentang 3 hal yang membuat aku mencintai ayah sepenuhnya.

Pertama, Baik Hati dalam Sembunyi

Sebagai anak sulung, agaknya aku ditempa sangat serius oleh ayahku. Keluarga kami adalah petani gula aren, dan semasa aku kecil, mencari rupiah itu sangat-sangat susah. Aku ingat betul, sewaktu SD, aku hanya dikasih jajan 200 rupiah. Sedangkan teman-temanku ada yang sampai 3.000.

Namun, hari-hari sekolah dari SD-SMP, aku begitu dekat dengan ayah. Tiap hari sepulang sekolah aku pasti diajak oleh ayah ke ladang untuk jaga api untuk masak gula aren, memetik kopi, ngarit, mengangkut kayu, mengangkut bambu, hingga mengangkut gula aren menggunakan bakul.

Setiap hari, kami selalu pulang berdua dari ladang. Bahkan, sampai kelas 6 SD pun aku masih disuruh ayah naik gerobak/kelenteng dari ladang sampai rumah. Jaraknya kira-kira, setengah kilometer. Tiap hari kami jalan kaki bolak-balik. Duh, aku merinding menulisnya!

Hebatnya, karena ayah selalu tahu nominal jajanku yang sejatinya telah diberikan ibu, sesekali ayah selalu menambah uang jajanku. Tentu saja tanpa sepengetahuan ibuku. Kadang ayah beri aku uang 500, 1.000, hingga 5.000. Jelas saja aku lebih semangat pergi ke ladang.

Tambah lagi ketika musim kopi sudah datang. Kebaikan ayah dalam sembunyi seakan meningkat hingga dua kali lipat. Ya, ayah sering memintaku untuk menjual sedikit kopi basah, dan uang hasil penjualan kopi juga dibagikan kepadaku. Lagi-lagi tanpa sepengetahuan ibu!

Inilah hal pertama tentang ayah yang tak pernah bisa kulupakan. Ayah sungguh merupakan seorang pria baik hati dalam sembunyi.

Kedua, Kemandirian Sebagai Sarana Mengapresiasi Keringat Sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun