Luka batin, memangnya akan bermasalah?
O, tentu saja. Luka batin alias kesakitan secara rohani kadangkala menjamur sejak usia anak-anak sampailah seseorang menua dan purna. Efeknya tentu cukup membahayakan diri, karena gaya hidup seseorang yang dimaksud tadi bisa berubah hingga 360 derajat.
Dendam sejak kecil misalnya. Jika dendam ini terus dipelihara, perlahan-lahan kesakitan rohani ini akan merambah ke raga. Dalam ilmu kedokteran dan psikologi, perubahan gaya hidup, cara bersosialisasi hingga nafsu makan adalah sedikit jenis akibat yang ditimbulkannya.
Kebetulan, beberapa waktu yang lalu saya sempat mengikuti kajian self healing yang diselenggarakan oleh PPA Institute via Zoom Cloud Meeting. Di hari itu, pematerinya adalah dr. Ramadhanus yang merupakan seorang dokter yang pakar di bidang self healing.
Beliau sempat mengungkapkan berbagai macam penyebab luka batin yang bisa terbawa dari kecil. Namun, kali ini akan saya rangkum menjadi 5 penyebab saja. Insya Allah bisa mewakili.
Pertama, Rasa Takut Ditinggalkan atau Diabaikan
Sejak kecil, kita telah menjalani hidup dengan pola asuh orang tua yang bermacam-macam. Di sana dan di sini mungkin Ada orang tua yang kurang perhatian, otoriter, atau bahkan terlalu berlebihan dalam mengasuh anak.
Seiring sejalan, pola asuh yang beragam jenis ini akan melahirkan beragam rasa. Beruntunglah bagi anak-anak yang telah diasuh dengan cara yang baik, kalau tidak? Maka bisa jadi, seorang anak tadi akan mengalami luka batin.
Penyebab luka batin yang biasanya mampu tertinggal lama di rohani seorang anak adalah luka karena rasa takut ditinggalkan atau diabaikan oleh orang tuanya. Rasa takut ini barangkali diawali oleh ketidakberanian anak untuk berterus terang, tapi selanjutnya? Malah melukai batinnya.
Bagaimana tidak melukai, butiran-butiran rasa d"itinggalkan/diabaikan" yang terus dipendam dalam hati sejatinya harus dikeluarkan. Entah itu dengan teriak, dengan berlapang dada, hingga dengan cara berbicara secara terang. Jika tidak, kasihan dong dengan perasaan.
Kedua, Rasa Takut Ditolak
Sudah berapa kali keinginanmu ditolak oleh orang tuamu? Sekali, dua kali, bahkan tiga kali, agaknya penolakan keinginan tertentu dari orang tua masih bisa kita terima. Sebagai seorang anak, terutama dulu di usia kecil, kita belum sepenuhnya tahu tentang baik atau buruknya keinginan.
Tambah lagi, belum tentu orang tua kita mampu menyediakan apa yang kita inginkan di hari itu. Tak dibelikan mainan baru misalnya, barangkali mainan lama kita masih bagus atau malah mainan baru itu tadi yang bisa menjadi penyebab kelalaian. Lagi-lagi ini merupakan kewajaran jikapun ditolak.