"Semua orang sayang Mas Nadiem!"
Rasanya inilah teriakan sebagian besar masyarakat yang sangat terbantu dengan aplikasi Go-Jek nya Mas Nadiem. Dari sana, lapangan kerja pun tercipta, pengangguran jadi pekerja, dan penghasilan pun bertambah.
Sudah bukan rahasia lagi bahwasannya orang-orang milenial hari ini cukup banyak yang "malas gerak." Mereka kadang malas antre, malas kepanasan, malas kehujanan sehingga memilih untuk jajan lewat perantara.
Hasilnya? Ungkap teman saya, saat bekerja sebagai driver ojek online, beliau pasti bisa menyimpan uang bersih Rp100.000 setiap hari. Itu pun mulai kerjanya malam hari, sedangkan siang harinya beliau berprofesi sebagai guru honorer.
Sekarang, Mas Nadiem sudah duduk di kursi Mendikbud. Kursinya kadang panas, kadang adem. Kadang diam, kadang bergoyang. Kadang sangat bersih dan kadang pula berdebu. Wajar, yang namanya pejabat tidak melulu bisa santai dan tidak melulu pula untuk selalu lembur.
Lalu, apakah sekarang Mas Nadiem masih disayang?
Oh, jelas! Kalau Mas Nadiem tak disayang, bagaimana mungkin lahir tulisan trending yang berjudul "Mas Nadiem Orang Baik, Kenapa Kursinya Hendak Kau Rebut?", karya Pak Guru hebat bernama Mochamad Syafei.
Kalau Mas Nadiem tidak disayang, mengapa kok semua orang kenal dengan istilah "Merdeka Belajar"? Kenyataannya, yang sekadar tahu pengertian Merdeka Belajar, ada. Yang tahu cukup detail tentangnya, ada. Dan, yang sok tahu tentangnya pun ada. Mungkin!
Tak bisa kita pungkiri, menjalani hidup di dunia ini memang harus begitu. Ada pro, ada kontra. Kalau mulus-mulus saja, tidak akan ada yang masuk neraka. Kebijakan pun demikian, semanis apapun kebijakan, pasti ada pahitnya, pasti ada asam dan asinnya.
Rangkaian kebijakan "Merdeka Belajar" episode 1-5 ala Mas Nadiem misalnya.