Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mas Nadiem Sudah Minta Maaf, Benang Kusut POP Bisa Dirajut Kembali?

29 Juli 2020   14:19 Diperbarui: 30 Juli 2020   04:47 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Program Organisasi Penggerak Kemendikbud (Dok. Kemendikbud) 

Tidak butuh waktu lama bagi Mas Nadiem untuk mendinginkan air panas dalam gelas yang bernama Program Organisasi Penggerak (POP). Hanya berselang beberapa hari dari mundurnya 2 ormas besar Muhammadiyah dan NU, serta PGRI, sang Mendikbud langsung minta maaf.

"Dengan penuh hati yang rendah, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar organisasi besar ini memberikan bantuan terus menerus dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna."

Begitulah ujar sang Mendikbud seperti yang dilansir dari laman resmi Kemendikbud (28/07/2020)

Dari sini, ada 2 kata yang patut kita sampaikan untuk Mas Nadiem, yaitu "rendah hati." Beliau tak banyak berkelit, apalagi sampai emosi dan menghujat karena nyatanya ada yang janggal dari POP. Memang, harus dengan kepala dingin dalam menghadapi persoalan di negeri ini.

Sebagai didikan perguruan luar negeri, kiranya Mas Nadiem cukup lama berpetualang di negara orang. Beliau orang bisnis, punya ijazah yang bergelar Master of Business Administration, dan dekat dengan teknologi.

Karena kesibukannya di dunia bisnis, Mas Nadiem tidak sempat singgah dalam hingar-bingarnya dunia partai politik. Yang beliau tahu dan tekuni adalah soal inovasi, teknologi, hingga enterpreneurship.

Karena semalam beliau sudah minta maaf, tampak ada salah satu prinsip bisnis yang Mas Nadiem tuangkan. Yaitu, standar etika yang berlaku sesuai dengan budaya di bumi Indonesia. Lagi, ucapan minta maaf lebih diapresiasi daripada harus berkelit tanpa dalil.

Darinya, publik pasti mengira bahwa Kemendikbud sejatinya butuh dengan kontribusi Muhammadiyah, NU, serta PGRI. Memang benar, sangat butuh malah! Secara, sejarah telah membuktikan bahwa ketiga organisasi ini punya banyak jasa terhadap pendidikan Indonesia.

Maka dari itulah, keterlibatan mereka dalam implementasi POP sangat dibutuhkan untuk membuka ruang gerak Mas Nadiem dan Kemendikbud. Makin luas ruang gerak, maka makin banyak pula buah yang bisa dipetik, dan sikap gotong-royong reformasi pendidikan akan tercipta.

Jadi, ya, ketika POP dianggap janggal dan prematur, anggap saja Muhammadiyah, NU serta PGRI sedang mencurahkan perhatiannya kepada Mas Nadiem. Tepatnya, perhatian untuk kemajuan pendidikan.

Karena banyak kejanggalan dari sisi perekrutan, POP yang berjalan sekarang bisa-bisa "pecah ban" sebagai imbas ketidakpercayaan. Dari awal saja benang POP sudah kusut, bagaimana nanti mau merajut mimpi pendidikan. syahdan, POP harus diurai dahulu.

Akankah Benang Kusut POP bisa Dirajut Kembali?
Program Organisasi Penggerak Kemendikbud (Dok. Kemendikbud) 
Program Organisasi Penggerak Kemendikbud (Dok. Kemendikbud) 

Minta maaf sudah selesai. Terlepas Muhammadiyah, NU dan PGRI mau gabung lagi atau tidak, kiranya keputusan ini tidak bisa diketuk palu cepat-cepat.

Ketiga organisasi ini sudah tahu bahwa benang POP sudah kusut. Jadi, hal yang realistis bagi mereka adalah menunggu terlebih dahulu. Bagaimana kiat Mas Nadiem dalam mengurai benang kusut, atau, malah mau melibatkan ketiga organisasi ini untuk merakit ulang POP.

Kalau kita berkaca pada teorinya David Mcleand tentang Need for Affiliation, seharusnya Kemendikbud tidak bisa menolak untuk tetap menggandeng mitra kerja demi mencapai tujuan POP. Terang saja, siapa sih yang tak menginginkan adanya situasi yang bersahabat?

Prasangka terhadap Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation telah ditutup. Kedua yayasan besar ini punya skema pembiayaan mandiri. Syahdan, silih berganti hari, datanglah saran-saran.

Dari sisi Muhammadiyah, saran yang dituangkan oleh Wakil Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno, yaitu menjelaskan secara jelas dan transparan kriteria pemilihan ormas serta Lembaga Pendidikan yang ditetapkan lolos evaluasi proposal POP.

Artinya, ada keinginan dari Muhammadiyah agar Kemendikbud meracik ulang sistem perekrutan.

Dari sisi NU, Ketua PBNU Bidang Pendidikan Hanief Saha Ghafur mengatakan bahwa PBNU dengan senang hati menyambut baik permohonan maaf Mendikbud Nadiem Makarim terkait POP. Hanya saja, POP perlu dievaluasi.

Berarti, dalam waktu dekat ini NU hanya akan menunggu seperti apa hasil evaluasi Mas Nadiem. Barulah kemudian memilih untuk ikut merajut cita-cita POP, atau malah memilih untuk tetap tidak ikut serta.

Sedangkan PGRI beda lagi. Ketua Umum PGRI, Unifah malah menyarankan agar dana yang dialokasikan untuk POP dialihkan saja untuk membantu siswa, guru, atau guru honorer, serta penyediaan infrastruktur di daerah, khususnya daerah 3T. Artinya, PJJ dulu yang diurus.

Rasanya, 3 saran yang digaungkan oleh 3 ormas besar ini masing-masing tidak terlalu menekankan bahwa POP harus dihapuskan dari rencana Merdeka Belajar.

Mereka hanya meminta Mas Nadiem untuk melakukan evaluasi, kemudian pembenahan sistem perekturan, hingga transparansi.

Meski demikian, tentu saja yang namanya evaluasi tidak akan selesai dalam sekejap mata. 1 hari, 2 hari, tidak akan selesai. Bisa jadi, Mas Nadiem malah butuh waktu 1 bulan untuk melaporkan evaluasi. Makin banyak saja berkas yang menumpuk di meja sang Mendikbud.

Cetak biru pendidikan tiada berkabar, kurikulum darurat tiada berita lebih lanjut, dan yang semestinya menjadi fokus untuk hari ini adalah permasalahan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Peran Mas Nadiem sebagai penyelesai kesusahan PJJ belum tampak. Alamat bahaya kalau saja beliau salah menetapkan prioritas pembahasan. POP sangat penting untuk dievaluasi, tapi POP tidak mendesak. Lha, kalau PJJ?

Jangan gara-gara masalah POP, masalah PJJ jadi dinomorduakan. Benang PJJ rasanya lebih kusut dan mengkernyut dibandingkan benang POP.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun