Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengapa Jatuhnya Batu-batu Langit Sering Dikaitkan dengan Fenomena Ad-Dhukan?

26 Juli 2020   18:05 Diperbarui: 26 Juli 2020   18:08 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh dari Pixabay

Hampir tiap bulan bumi ini mengalami fenomena astronomi berupa hujan meteor yang menghiasi langit malam. Kadang, ada pula bulan khusus di mana batu-batu langit ini berkeliaran di angkasa.

Desember kemarin misalnya, fenomena gerak-gerik benda angkasa ini bersatu-padu dan datang beriringan mulai dari hujan meteor, konjungsi planet, hingga gerhana matahari cincin.

Tentulah semua orang takjub dengan keindahan hasil karya Tuhan ini. Darinya, muncullah beragam nama seperti Lyrid, Orionid, Quadrantid, Perseid, dan lain sebagainya.

Adalah wajar bila kemudian langit-langit ciptaan Tuhan sering berhujanan benda-benda angkasa. Meteor misalnya, batu langit ini melayang-layang alias beterbangan secara tidak beraturan di sistem tata surya.

Karena bumi kita adalah bagian dari sistem tata surya yang memiliki grativasi, maka selalu ada masa di mana batu-batu langit tertarik dan berhadapan langsung dengan atmosfer bumi. Alhasil, terbakarlah sang batu-batu langit. Dan kalau ada yang sampai ke bumi, itulah yang kita kenal dengan bintang jatuh.

Hanya saja, merupakan sebuah kesia-sian besar andai fenomena ini tidak mengandung 'ibrah untuk keberlanjutan hidup manusia ke depannya. Setiap fenomena, walaupun itu luar biasa indah, pasti ada isyarat nash yang seakan meminta agar kita lebih dekat kepada Tuhan.

Fenomena bulan terbelah dua misalnya. Dalam nash Qur'an Surah Al-Qamar ayat 1-3 ditegaskan bahwa fenomena terbelahnya bulan adalah bukti kenabian Muhammad SAW. Tapi, orang-orang musyrik hanya menganggap kejadian luar biasa ini hanya sihir semata.

Di abad ke-20, barulah kemudian nash ini dijawab oleh sains yang menyatakan bahwa dulu bulan benar-benar telah terbelah.

Dan fakta lainnya, telah ditemukan naskah lama di perpustakaan kantor India, London dengan Nomor Arabic, 2807 yang berisikan riwayat bahwa raja India yang bernama Chakrawati Farmas akhirnya masuk Islam setelah mengamati fenomena terbelahnya bulan.

Sungguh butuh waktu yang sangat lama untuk menjawab dan mengungkapkan rahasia dibalik sebuah fenomena, kan?

Di sinilah bukti bahwa sejatinya manusia terlalu sedikit menggunakan akalnya. Yakin memang penting, tapi kolaborasi antara keyakinan dan akal juga penting. Maka dari itulah Tuhan berkali-kali berkalam "afala ta'qiluun" yang artinya "tidakkah kamu berpikir!"

Kalam ini mengisyaratkan kepada para hamba bahwa sejatinya keyakinan saja tidak cukup. Apalagi keyakinan yang prematur dan suka ditelan secara bulat-bulat tanpa dimasak.

Lalu, bagaimana dengan peristiwa jatuhnya batu-batu langit yang sering dihubungkan dengan ad-Dhukan?

Sekilas Tentang Ad-Dhukan

Gambar oleh code404 dari Pixabay
Gambar oleh code404 dari Pixabay

Ad-Dhukan adalah nama salah satu Surah dalam Qur'an, tepatnya Surah ke-44 yang terdiri atas 59 ayat.

Dalam bahasa Arab, Dhukan bisa diartikan asap, uap, dan gas. Namun, kalau dilihat dari akar kata da-kho-na, maka asap yang dimaksud dalam Dhukan diakibatkan oleh adanya pembakaran.

Ada sebab, maka ada akibat. Dalam Ensiklopedi Qur'an karya Quraish Shihab, Dhukan juga diartikan "tembakau rokok" karena ia dibakar dan kemudian dihisap.

Dari sini, dapat dikatakan bahwa material Dukhan sebagian besar terdiri dari gas dan partikel padat. Bisa kemudian diartikan sebagai kabut asap, kabut panas, hingga asap pekat.

Hanya saja, sesuai dengan Surahnya sendiri, ayat 1 dalam QS Ad-Dhukan yang berbunyi "haamiim" mengandung al-huruf al-muqaththa'ah alias Mysterious Letter in The Qur'an alias huruf-huruf yang memiliki makna, tapi hanya Tuhan yang tahu.

Meski demikian, kita tetap meyakini bahwa Tuhan pasti menghadirkan hikmah dibalik ketidaktahuan hamba. Hanya saja di dalam Surah ini juga ada isyarat bahwa Dhukan yang dimaksud bukanlah sekadar asap melainkan juga bagian dari tanda kiamat besar.

Tertuang dalam Surah Ad-Dhukan ayat 10-13:

Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata; yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih; (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, lenyapkanlah dari kami azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman"; Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang memberi penjelasan.

Di dalam buku Ensiklopedia Akhir Zaman karya M. Ahmad Al-Mubayyadh dikatakan bahwa, ayat-ayat ini diperselisihkan takwilannya oleh para ulama tafsir.

Sebagian dari mereka memandang bahwa asap yang dimaksud sudah terjadi pada fase Makkiyah (baca: Fathul Mekkah), persis seperti paceklik yang terjadi pada masa Nabi Yusuf a.s.

Sedangkan sebagian mufassir lain berpandangan bahwa asap yang dimaksud dalam Surah ini belum terjadi di masa lalu dan baru akan terjadi di masa depan menurut waktu yang sudah Allah tetapkan.

Agaknya, pendapat yang kedua ini lebih kuat kalau kita kembali merujuk kepada kalam Nabi. Adalah hadis panjang riwayat Muslim no. 2901 dari Hudzaifah bin Asid Al-Ghifari ra yang berisi tentang perbicangan Nabi Muhammad tentang 10 tanda kiamat besar.

10 tanda yang disebut nabi yaitu asap (Dhukan), Dajjal, binatang (baca: Dabbah), terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya, turunnya Isa bin Maryam, Ya'juj Ma'juj, tiga pembenaman ke dalam bumi, dan terakhir adalah api yang keluar dari Yaman.

Hadis ini Shahih, yang sekaligus menguatkan argumen bahwasannya Dhukan memang baru akan terjadi, bukan yang telah terjadi.

Sekarang, pertanyaannya adalah, peristiwa apa yang akan mengiringi terjadinya Dhukan?

Tentang Jatuhnya Batu-batu Langit Sering Dikaitkan dengan Peristiwa Ad-Dukhan

Gambar oleh dari Pixabay
Gambar oleh dari Pixabay
Menyoal tentang kapan terjadinya Ad-Dhukan, sudah pasti itu adalah urusan Tuhan. Hamba tidak perlu mengambil bagian dari urusan Tuhan. Meski begitu, sebagai makhluk yang berpikir, kita diberikan akal untuk merenungi maupun membaca tanda-tanda.

Dan, karena isyarat nash yang tadi sudah dituangkan pada QS Ad-Dhukan ayat 10 mengandung frasa "ketika langit membawa asap yang nyata", maka analogi terdekat yang bisa terbayangkan oleh manusia adalah benda-benda langit.

Sederhananya, akan ada serpihan langit (baca: meteor) dengan jumlah besar yang mampu menerobos atmosfer bumi sehingga menjadikan bumi pekat dengan asap tebal. Dalam sebuah riwayat, lamanya bencana asap adalah 40 hari 40 malam.

Di riwayat yang lain, batu-batu alias serpihan langit yang dimaksudkan sebagai penyebab terjadinya asap juga disebut bintang berekor. Adalah atsar shahih dari hibrul ummah alias Ibnu Abbas dari Abdullah bin Mulaikah:

"Aku berangkat pagi-pagi untuk menemui Ibnu Abbas ra pada suatu hari, lantas dia berkata, "Aku tidak tidur malam ini sampai pagi." Aku bertanya, "Mengapa?" Dia menjawab, "Orang-orang berkata, bintang yang berekor muncul malam ini. Aku khawatir bahwa asap itu sudah muncul, maka aku tidak tidur sampai aku memasuki waktu pagi."

Dari khabar ini, ada perbedaan yang sangat mencolok antara ulama dengan kita-kita hari ini. Ulama dahulu, saat mendapati kabar bahwa bintang berekor akan keluar, mereka khawatir itu adalah bagian dari rangkaian peristiwa Ad-Dhukan. Sedangkan kita?

Senang-senang, ceria, gembira, sukaria, dan sibuk mendokumentasikan fenomena astronomi tanpa mau cepat-cepat menyadari bahwa sejatinya kejadian itu merupakan tanda/teguran dari Tuhan. Astagfirullah

Memang benar bahwasannya fenomena hujan meteor yang akhir-akhir ini terjadi sudah dianggap "aman" oleh pakar astronomi. Tapi, seiring dengan semakin menuanya bumi ini, rasanya kita perlu berkaca pada peristiwa besar masa lalu.

Sejenak, marilah kita mundur ke hari Jumat, 15 Februari 2013 pukul 09.20 waktu Chelyabinks, Siberia, Rusia.

Saat itu ada peristiwa jatuhnya meteor yang dijuluki Chelyabinsk meteor, meledak di ketinggian 19-24 KM langit bumi dan mengeluarkan energi ledakan sebesar 20 kali lipat bom atom Hiroshima.

Gelombang kejut dari ledakan ini diperkirakan telah memecahkan kaca seluas 100.000 Meter serta meninggalkan jejak sejauh 480 KM.

Sedihnya, batu langit yang cerahnya sesaat sempat mencapai 30 kali lipat cahaya matahari dan memiliki massa awal yang lebih berat dari Menara Eiffel ini tidak terdeteksi oleh NASA sebelum memasuki atmosfer bumi.

Akibatnya, ribuan bangunan rusak, ribuan orang cedera, dan terbentuklah kawah besar dari sisa pembakaran meteor di udara.

Jadi, bisa dibayangkan, ini hanyalah satu meteor saja. Sedangkan di angkasa terdapat begitu banyak meteor yang bebas berkeliling dan melayang. Sebagian kecil dari meteor, itulah yang selama ini orang-orang nikmati kehadirannya berupa pemandangan hujan meteor beragam nama.

Dan, yang kita sering dengar tiap tahun adalah, beberapa kali para pakar astronomi memprediksi bahwa akan ada serpihan langit yang bertabrakan dengan bumi. Ukurannya bahkan ratusan meter, yang memungkinkan bahwa batu langit tersebut tetap mampu menerobos bumi.

Jadi, karena sudah ada prediksi, berarti tetap ada peluang jatuhnya batu-batu langit, kan? Ya, inilah salah satu alasan ilmiah mengapa jatuhnya batu-batu langit sering dihubungkan dengan peristiwa Ad-Dhukan.

Meski demikian, lagi-lagi yang perlu ditekankan adalah, manusia tidak memiliki cukup ilmu untuk memprediksi urusan Tuhan. Tanda-tanda dan isyarat, mungkin bisa kita baca melalui takwil dan sains. Tapi untuk tanggal peristiwa, itu urusan Tuhan.

Terpenting, mumpung nyawa ini masih dikandung badan dan belum sampai ke tenggorokan, marilah kita memeriksa diri sekaligus bertaubat kepada-Nya. Bahwa, seperti apapun bentuknya nanti, kiamat memang benar-benar akan datang.

Wallahua'lam bissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun