Hampir tiap bulan bumi ini mengalami fenomena astronomi berupa hujan meteor yang menghiasi langit malam. Kadang, ada pula bulan khusus di mana batu-batu langit ini berkeliaran di angkasa.
Desember kemarin misalnya, fenomena gerak-gerik benda angkasa ini bersatu-padu dan datang beriringan mulai dari hujan meteor, konjungsi planet, hingga gerhana matahari cincin.
Tentulah semua orang takjub dengan keindahan hasil karya Tuhan ini. Darinya, muncullah beragam nama seperti Lyrid, Orionid, Quadrantid, Perseid, dan lain sebagainya.
Adalah wajar bila kemudian langit-langit ciptaan Tuhan sering berhujanan benda-benda angkasa. Meteor misalnya, batu langit ini melayang-layang alias beterbangan secara tidak beraturan di sistem tata surya.
Karena bumi kita adalah bagian dari sistem tata surya yang memiliki grativasi, maka selalu ada masa di mana batu-batu langit tertarik dan berhadapan langsung dengan atmosfer bumi. Alhasil, terbakarlah sang batu-batu langit. Dan kalau ada yang sampai ke bumi, itulah yang kita kenal dengan bintang jatuh.
Hanya saja, merupakan sebuah kesia-sian besar andai fenomena ini tidak mengandung 'ibrah untuk keberlanjutan hidup manusia ke depannya. Setiap fenomena, walaupun itu luar biasa indah, pasti ada isyarat nash yang seakan meminta agar kita lebih dekat kepada Tuhan.
Fenomena bulan terbelah dua misalnya. Dalam nash Qur'an Surah Al-Qamar ayat 1-3 ditegaskan bahwa fenomena terbelahnya bulan adalah bukti kenabian Muhammad SAW. Tapi, orang-orang musyrik hanya menganggap kejadian luar biasa ini hanya sihir semata.
Di abad ke-20, barulah kemudian nash ini dijawab oleh sains yang menyatakan bahwa dulu bulan benar-benar telah terbelah.
Dan fakta lainnya, telah ditemukan naskah lama di perpustakaan kantor India, London dengan Nomor Arabic, 2807 yang berisikan riwayat bahwa raja India yang bernama Chakrawati Farmas akhirnya masuk Islam setelah mengamati fenomena terbelahnya bulan.
Sungguh butuh waktu yang sangat lama untuk menjawab dan mengungkapkan rahasia dibalik sebuah fenomena, kan?
Di sinilah bukti bahwa sejatinya manusia terlalu sedikit menggunakan akalnya. Yakin memang penting, tapi kolaborasi antara keyakinan dan akal juga penting. Maka dari itulah Tuhan berkali-kali berkalam "afala ta'qiluun" yang artinya "tidakkah kamu berpikir!"