Dulu aku pernah mengabarkan kepadamu tentang rindu. Adalah sekeras batu gunung yang tak hancur walau tertusuk hujan selama sewindu. Kukatakan setulusnya, rinduku hingga hari ini memang sudah sehebat itu.
Sekali lagi, dulu aku pernah mengabarkan kepadamu di mana tempat penantian rindu. Adalah di gulungan permadani renjana. Kamu masih ingat, di seberangnya ada ember yang berisikan pasir-pasir asmara. Sengaja kutampung untuk kita bermain di pondok tua.
Mau kukabarkan lagi tentang rindu?
Mungkin cukup dulu sebatas ini. Bila aku lebih serius lagi, mungkin malam akan segera berubah menjadi pagi. Tak cukup waktuku untuk menjelaskannya kembali. Aku juga kasihan dengan sang mentari. Tak ada yang mampu mengalahkan cerahnya walau seorang diri.
Sekarang, aku ingin kamu yang menjelaskannya padaku. Jelaskan kepadaku tentang ombak rindu. Mengapa ombak itu bergulung lalu berdesir lembut sedangkan belum ada pemilik temu. Kamu jauh dan aku jemu. Yang dekat dari kita hanyalah waktu.
Apakah kamu sedang kosong dan tak mampu lagi menjawab pertanyaan tunggu?
Kukatakan sekali lagi, aku memang benar-benar rindu. Jika kamu sudi, biarkan aku mengoyak gulungan ombak rindu. Setelah itu akan kututurkan kepada ibu bahwa kamulah calon istriku.
Salam.
Curup, 19 Juli 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI