"Zy, nanti misbar ke sini saja. Kan enak kalo mengajar di pusat kota!"
Begitulah saran salah seorang guru senior di awal-awal karierku sebagai guru tetap. Saat itu, tepatnya 2 tahun yang lalu sang guru memberikanku sedikit gambaran tentang keseruan mengajar di sekolah favorit yang dekat dengan kota.
Sebenarnya tanpa beliau jelaskan lebih lanjut bahkan detail, aku sendiri pun sudah tahu dan merasakan.
Terang saja, sebelum lulus sebagai guru tetap aku sudah cukup malang melintang di jagat sekolah favorit. Walaupun hanya 2 tahun mengajar sebagai guru honorer, tapi rasanya diri ini sudah cukup kenyang mencicipi sekolah tersebut.
Tampilan luar-dalamnya sudah kelihatan. Seluk-beluk birokrasi dan keseruannya sudah dirasakan. Begitu pula dengan suka-dukanya. Pokoknya sudah komplit, deh.
Maka dari itulah, anjuran misbar alias pemindahan pegawai ke instansi daerah lain tidak kugubris dengan serius. Aku cuma mengangguk, tersenyum dan bilang "Amanlah itu Pak".
Mau bagaimana lagi, kukira yang namanya abdi negara sekaligus mitra pemerintah tidak bisa seenaknya pindah sini pindah situ. Kecuali di zaman bahuela, itu lain lagi dan birokrasinya pun tak berbelit-belit seperti sekarang. Upps
Lebih dari itu, sayang juga rasanya bila harus cepat-cepat pindah lokasi mengajar sebelum kita mampu memberikan perubahan yang nyata di tempat kerja. Misalnya aku sendiri yang saat ini sedang mengajar di SD.
Paling tidak, perubahan yang nantinya akan kubawa baru tampak ketika anak-anak sudah tamat sekolah. Di SD ada 6 tingkat, berarti minimal 6 tahun baru terpampang perubahan yang nyata dan dibuktikan dengan kesuksesan para lulusan.
Kecuali memang pemerintahnya yang mau memutasikanku karena ada perihal mendesak. Kalau sudah begitu, ya sudah, silakan pindah. Hahaha
Sudah, cukup, selesai yang urusan pindah-memindah. Sekarang, coba sedikit kita gali keseruan mengajar di pelosok dan di kota.