Bahkan, salah satu muridku yang bernama Anindya sudah mahir membuat cerpen dan beberapa kali ikut lomba literasi di tingkat nasional. Nasional, cuy. Bayangkan! Sekarang, Anindya sedang fokus membuat komik. Doakan saja agar dia sukses dan kita-kita ikut ketularan.
Kalau aku sendiri, bagaimana? Seingatku, awal-awal diriku mulai fokus menulis adalah di masa SMA. Waktu itu aku tertarik dengan film-film hingga kucoba untuk membuat naskah drama.
Hebatnya, dulu naskah dramaku selalu dipentaskan. Ada drama tragedi, drama komedi, hingga drama percintaan yang mirip dengan FTV. Bangga, kan? Tentu saja, walaupun tidak dibayar tapi jika karya sendiri diapresiasi dan mendapat banyak tepuk tangan, pasti menyenangkan.
Coba dulu aku mulai menulisnya dari zaman SD, bisa-bisa sekarang aku sudah jadi artis dan sutradara. Asik! Lagi-lagi dari kisah-kisah ini aku kian menyadari bahwasannya umur menulis itu tak berbilang.
Ada yang mulai fokus menulis di umur muda, di umur remaja, di umur dewasa, hingga di umur tua. Apakah kualitas tulisannya sama? Lagi-lagi tidak didasarkan oleh faktor umur. Yang muda bisa jaya, yang dewasa bisa bergelora, dan yang tua juga masih bisa berbicara.
Semua kalangan berjalan dengan gaya tulisannya masing-masing sesuai dengan minat dan bidang tulis yang dipilih. Kita bebas menulis apa saja, kan?
Yup, mulai dari kisah sehari-hari, pengalaman indah, rumit dan runyam, pengalaman jalan-jalan, pengalaman teman, opini diri terhadap kejadian-kejadian terkini, hingga utak-atik diksi. Semua bebas memilih topik, kan?
Tentu saja, selama yang ditulis adalah kebaikan, selama itu pulalah tulisan kita akan mendatangkan manfaat. Jadi, mulailah menulis tanpa harus malu dengan bilangan umur.
Menulis, Makin Cepat Mulai Makin Gemilang
Jika menulis sejak kecil kita ibaratkan dengan menanam pohon apel, maka di saat dewasa nanti kita akan memanen apel tersebut. Sudah pasti, segala yang kita tanam akan kita tuai. Hanya saja, kita perlu hati-hati agar hasil dari tulisan kita tidak seperti rasa apel yang asam.
Terang saja, meskipun kita sudah menanam apel, jika tumbuhan yang memiliki nama ilmiah Malus domestica ini juga perlu diperhatikan. Mulai dari memberi pupuk, merawat apel dari serangan hama dan gulma, hingga menyiapkan penopang agar pohonnya tidak roboh.
Begitu pula dengan aktivitas menulis. Agar rasa tulisan sama manisnya dengan apel matang, seorang penulis perlu memperluas ruang pikirnya. Bisa dimulai dengan membaca karya-karya penulis terkenal, menambah diksi tulisan, hingga jalan-jalan.
Jika seseorang fokus dan istiqomah memperkaya ruang pikir dan menuangkannya dalam tulisan, maka bersiap-siaplah di suatu hari nanti tulisan itu akan menjadikannya gemilang alias bercahaya terang.
Siapa yang tidak suka bersinar, apalagi di malam yang gelap. Semua orang pasti menunggu hadirnya bintang dan bulan sebagai penerang. Bayangkan bila salah satu penerang di malam yang gelap itu adalah kita. Pasti bahagia, bukan?