Sudah cukup lama anak-anak kita "dipaksa" belajar dari rumah oleh pandemi Covid-19. Andaikan anak-anak, guru, dan wali murid kita persilakan untuk mengutarakan apa yang mereka alami saat menggelar pembelajaran dari rumah, ragam jenis rasa akan mengudara.
Ada rasa senang dari siswa karena guru yang mengajar dari rumah begitu inovatif. Ada rasa kesal dari guru dan wali murid karena setiap kali menggelar pembelajaran online, sering muncul masalah. Serta ada pula rasa syukur, meskipun ada pandemi, kita tetap bisa belajar.
Jika ragam rasa ini kita satukan, barangkali akan tercipta permen nano-nano yang di setiap sisinya seakan menjelaskan bahwa inilah wajah pendidikan kita. Baiknya ada, lemahnya ada, kreatifnya ada, dan terpenting niat belajarnya ada. Dari sini, sudah sepatutnya kita berbangga.
Lebih dari itu, agaknya kebanggaan ini akan lebih indah jika kita sandingkan dengan kejujuran dan pengakuan. Yang bagus dari pendidikan, kita jujur sebut itu bagus, dan yang masih dianggap menghambat, maka kita akui sebagai hal yang butuh perbaikan secara mendesak.
Beruntungnya kejujuran dan pengakuan akan beragamnya rasa pendidikan kita hari ini baru saja diungkap oleh Mas Nadiem. Terhitung dalam beberapa hari ini, ada 3 pengakuan Mas Menteri dan itu termasuk hal yang cukup wajar untuk diterima.
Pertama, Mas Nadiem kaget dengan ketiadaan sinyal TV dan aliran listrik di berbagai daerah.
"Lalu ada yang bilang tidak ada sinyal TV bahkan ada yang bilang tidak punya listrik. Itu bikin saya kaget luar biasa, saya pun belajar sebagai menteri bahwa Indonesia ini masih banyak area-area yang sebenarnya tidak terbayang bagi kita di Jakarta, benar-benar tidak terbayang ada yang masih tidak punya akses listrik, bayangkan listriknya cuma nyala beberapa jam sehari," kata Nadiem dalam telekonferensi yang disiarkan di YouTube Kemendikbud RI, Sabtu (2/5/2020).
Awal membaca pengakuan kekagetan ini, barangkali kita sebagai rakyat yang lebih lama merasakan pasang-surut pendidikan daripada Mas Nadiem, akan bertepuk kening serta mulai meragukan beliau. Wajar kiranya, itu respon awal karena kita selalu ingin negeri ini lebih baik.
Tapi, kagetnya Mas Nadiem bukanlah pertanda sudah ditutupnya pintu taubat untuk membedah kesenjangan pendidikan, bukan? Jadi, beruntunglah kita karena Mas Nadiem kagetnya di awal-awal masa kepemimpinan. Masih banyak jalan untuk bertaubat dan melakukan gebrakan.
Kedua, Mas Menteri yang bernama lengkap Nadiem Anwar Makarim bin  Nono Anwar Makarim juga mengaku bahwa proses adaptasi pembelajaran secara online di masa pandemi ini sulit.
"Pembelajaran juga masih terdampak secara negatif secara substansial ya. Kita harus jujur bahwa proses-proses adaptasi ke online learning sangat sulit," ujar Nadiem dalam acara diskusi Akademi Edukreator dalam video teleconference Kemendikbud, Rabu (6/5/2020).
Lagi-lagi ungkapan kejujuran ini cukup lumrah untuk kita terima. Imbas dari pandemi Covid-19, guru, siswa, serta orangtua mau tidak mau harus keluar dari zona nyaman dan seakan dipaksa agar mampu menggelar pembelajaran online.