Saat tersenggol kata "Catenaccio", agaknya kita langsung ingat dengan prestasi timnas Italia yang berhasil menyabet juara dunia tahun 1982. Ada pula Inter Milan yang mengganas jadi juara Eropa karena diasuh oleh Helenio Herrera selama 8 musim sejak era 1960-an.
Popularitas kedua tim ini tidak lepas dari strategi alias seni bertahan ala Italia yang bernama catenaccio. Hebatnya, Juventus serta beberapa tim Italia lainnya masih memberdayakan strategi yang merupakan hasil dari revolusi sistem Verrou ini, tentu dengan gaya yang lebih modern.
Lalu, apa hubungannya dengan puasa?
Catenaccio yang dalam bahasa Italia diartikan sebagai "kunci" atau "grendel" merupakan strategi bertahan terorganisir dan efektif untuk mencegah lawan mencetak gol. Tidak jauh beda, puasa juga demikian.
Puasa yang secara bahasa diartikan "menahan" merupakan seni menahan diri dari lapar, haus, emosi serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari.
Artinya, baik catenaccio maupun puasa memiliki dasar makna yang sama yaitu bertahan, serta memiliki tujuan yang sama yaitu kemenangan.
Karena ada beberapa dasar pengetahuan alias filosopi yang sama, maka ada baiknya kita ulik strategi catenaccio dan diadopsi menjadi seni bertahan dalam ibadah puasa. Setelah berpuasa, kita ingin menang, kan?
Baiklah, mari kita tatap beberapa strategi dalam menjalankan ibadah puasa menurut rfilosofi catenaccio berikut ini:
Sahur Diperlambat, Buka Puasa Dipercepat
Kunci dan misi utama diterapkannya strategi catenaccio dalam permainan sepakbola adalah bertahan. Jika sebuah tim dapat bertahan secara maksimal, maka peluang mereka untuk meraih kemenangan akan semakin besar.
Untuk itu, diperlukan kerja keras masing-masing pemain agar bisa terus menjaga tempo permainan. Catenaccio efektif digunakan untuk serangan balik, namun tempo yang cenderung lambat mesti terus dipertahankan sembari menunggu pemain tim lawan bosan dan lengah.