"Bang, aku mau juga nulis di Kompasiana kayak abang. Ajari nanti, ya Bang?"
"Pak, kami ada rencana mau buat film pendek. Bapak masih bisa bantu-bantu jadi editor, kan Pak?"
"Oke dek", "Baiklah, Nak." Inilah jawaban saya terhadap dua pertanyaan genting di atas. Jawaban yang cuma jawaban, dan jawaban yang hanya tinggal jawaban. Lha, kenapa kok demikian?
Beberapa teman yang punya niat nulis sudah hilang entah ke mana, dan rombongan anak-anak yang punya visi dakwah melalui film pendek juga sudah tenggelam entah di samudera mana.
Yang hilang sudah saya cari, yang tenggelam sudah saya beri pelampung, tapi semuanya malah tidak muncul lagi. Niat mulia cumalah mimpi, dan visi kebaikan hanyalah halusinasi.
Barangkali, Anda juga sering mengalami fenomena PHP alias Pemberi Harapan Palsu yang seperti ini. Ada teman, niatnya sudah sangat sensasional dan diungkapkan dengan tulus, tapi entah mengapa beberapa hari kemudian jadi kaktus. Eh, pupus maksud saya.
Niat tulus dan baiknya kita hargai, bahkan malaikat pun sudah mencatatnya sebagai satu buah pahala. Tapi, persoalan "entah mengapa" ini yang perlu kita hadirkan beberapa pertanyaan krusial.
"Apakah teman yang berniat tadi sedang bergejolak hati?"
"Apakah teman yang berniat tadi sudah terprovokasi dengan kesulitan di masa datang?"
"Atau, teman tadi malah sekadar ingin menjalin kontak sosial untuk lebih dekat dengan kita?"
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, saya jadi teringat perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Beliau punya ungkapan indah penuh makna, "Jangan Membuat Keputusan Ketika Kamu Sedang Marah, Jangan Membuat Janji Ketika Kamu Sedang Bahagia."
Terang saja, gejolak hati yang luar biasa seringkali membuat seseorang bersikap seperti tidak biasanya dan sukar ditebak. Entah itu sedang marah ataupun sedang bahagia, keduanya sama saja.