Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar dari Rumah: Jika Terlalu Banyak Alasan, Kapan Belajarnya?

18 April 2020   20:31 Diperbarui: 18 April 2020   20:32 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru SD di Sumenep, Madura, kunjungi satu per satu rumah murid selama masa belajar di rumah. (Facebook/Avan Fathurrahman) via KOMPAS

Hari-hari belajar di rumah sudah cukup lama kita jalani. Kira-kira satu bulan, dan selama satu bulan itu entah bagaimana kabar sekolah. Semoga saja tidak ditempati hewan-hewan buas. Atau, jangan-jangan sekolahnya sudah pindah? Hmm, tidak mungkin!

Jika di minggu-minggu awal libur banyak postingan tentang guru yang mengajar di kelas tanpa ada siswanya, maka belakangan ini tampaknya lebih banyak muncul postingan kejenuhan. Baik itu guru, wali murid, maupun muridnya sendiri secara bergantian update status.

Ada murid-murid di sana, protes dan ngadu di media sosial karena sakit kepala tertimpa banyak tugas dari guru. Selain tugasnya banyak, murid-murid juga ikut sakit perut karena waktu pengerjaan tugas begitu sempit, lebih sempit dari celana legging.

Ada para wali murid di situ, protes dan ngomel di media sosial karena kelelahan mendampingi anaknya. Selain mendampingi, mereka juga pusing menatap isi dompet yang mulai dipenuhi sarang laba-laba, gegara harus bagi-bagi duit untuk beli kuota internet.

Ada para guru di suatu daerah, mengeluh dan garuk-garuk kepala karena fasilitas belajar online masih zonk. Di suatu daerah yang lain tidak ada sinyal internet, tidak ada sinyal TVRI, hingga tidak tahu harus bagaimana lagi.

Belum selesai, bahkan lembaga KPAI pun ikut menampung omelan dan mengeluh mengapa guru begitu tega mengirim tugas yang maha banyak kepada anak-anak di rumah.

Total ada total 213 aduan yang bertamu ke meja KPAI. 95 aduan dari jenjang SMA, 32 aduan dari SMK ,19 aduan dari jenjang pendidikan MAN, 23 kasus aduan dari para siswa di jenjang SMP, 3 aduan untuk jenjang SD, serta masing-masing 1 aduan di jenjang MTS dan TK.

Terlalu banyak aduan, terlalu banyak alasan. Kira-kira siapa yang pusing? Rasanya semua stakeholder pendidikan jadi pusing. Apalagi Mas Nadiem!

"Tapi jangan terlalu pusing, Mas Nadiem. Kami butuh gebrakan-gebrakan membahana lainnya!"

Terang saja, di tengah pandemi Covid-19 Mas Nadiem bersama Kemendikbud sudah cukup berjuang dan keringatan untuk memperjuangkan hak anak-anak atas pendidikan.

Terbaru, Kemendikbud sudah menjalin kerja sama dengan TVRI untuk mengalirkan siaran layanan pendidikan ke seluruh penjuru negeri Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun