Hingga hari ini, pandemi Covid-19 masih terus menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Rasanya tidak pernah terbayangkan oleh kita jika ternyata virus ini begitu memorak-porandakan stabilitas keamanan, keselamatan hingga kebebasan penduduk seisi negara.
Bahkan, sektor pendidikan kita juga ikut panik menanggapi kenyataan ini. Demi keamanan anak-anak diminta untuk belajar dari rumah. Bagaimanapun caranya, pemerintah sudah memaksimalkan berbagai media dan sistem untuk menunjang jalannya aktivitas pendidikan.
Mulai dari pembelajaran online, pembelajaran via televisi, hingga pembelajaran via radio pun diterapkan. Memang, walaupun saat ini sudah dicoba semua media dan sistem tetap saja hasil atau buah dari pembelajaran di tengah pandemi tidak tampak begitu efektif.
Namanya juga darurat, sehingga tidak semua stakeholder pendidikan siap dan mampu memaksimalkan sistem serta menerapkan media pembelajaran, terlebih di negara yang luas ini.
Wajar bila kemudian keluh, kesah, gundah, omelan bahkan umpatan dilayangkan kepada pemangku kebijakan pendidikan, kepala sekolah, guru, siswa, serta orangtua. Hal ini tidak bisa dihindari, melainkan hanya bisa dimengerti dan diupayakan semaksimal mungkin.
Namun, lembaga penampung keluh-kesah anak dan orangtua atau yang kita kenal dengan KPAI malah berbicara lain. Lembaga yang sempat viral dengan pernyataan "berenang di kolam bisa hamil" ini meminta agar Mas Nadiem menerbitkan kurikulum pembelajaran darurat.
"Untuk kurikulum sekolah darurat ya sebenarnya sebelumnya Pak Menteri sudah bilang dalam surat edaran, jika kurikulum tidak perlu diselesaikan. Namun, itu kan imbauan yang kadang guru-guru tidak mengetahui pasti mana yang harus diselesaikan, mana yang utama dan tidak," kata Retno dalam konferensi pers yang digelar KPAI, Senin (13/04/2020).
Berdasarkan pernyataan Bu Retno, agaknya saya cukup bingung dengan timpang-tindih saran dan masukan terkait pembelajaran di rumah.
Awal-awal sekolah dirumahkan karena Covid-19, KPAI menyarankan agar pembelajaran diprioritaskan kepada penanganan dan perlindungan diri terhadap virus. Saran ini juga seiras dengan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 yang diterbitkan oleh Kemendikbud.
Semakin ke sini, tampaknya malah KPAI yang gagal paham dengan tugas guru serta pembelajaran di rumah.
Terang saja, walaupun materi belajar diprioritaskan kepada konten tentang Covid-19, guru juga harus mengejar ketertinggalan materi berdasarkan silabus, KI dan KD hingga RPP. Itu kewajiban dan tanggung jawab guru, apalagi sekarang akhir semester sudah menjelang.
Adanya laporan keluh siswa akan banyaknya tugas yang diberikan oleh guru seakan jadi bukti bahwa guru mesti mengejar kurikulum. Jujur saja, kurikulum 2013 muatannya begitu padat sehingga pemberian tugas menjadi opsi yang cukup wajar.