Lalu, bagaimana dengan kelanjutan kisah karet yang hanya dihargai Rp.2.000 saja? Teman perempuan saya tadi mengaku kesulitan mencari toke alias agen penjemput karet. Mereka sedia membeli jika sudah ada ikatan langganan saja. Jika tidak? Entahlah, karet pun membusuk.
Jikapun ketersediaan karet dari petani cukup banyak, toke karet cenderung pilih-pilih dalam membeli. Sekarang masih ada toke yang mau beli, tapi selanjutnya? Entahlah.
Harga Kopi Turun Tidak Waras
Pagi tadi tepatnya, saya mendapat fakta tidak waras dari teman seperjuangan kuliah tentang harga kopi. Awalnya sosok teman humoris yang bernama Toni ini hanya mengunggah postingan di Facebook dengan tulisan "harga kopi murah".
Tapi, karena keluarga kami juga petani kopi, saya langsung mengontak Toni untuk menanyakan harga biji kopi di sana, tepatnya di Sindang Beliti Ilir, masih satu kabupaten dengan desa kami di provinsi Bengkulu.
Dan, didapatlah fakta yang “luar binasa” bahwa harga biji kopi kering di sana hanya Rp. 8.000 saja per kilogramnya. Kaget saya, betapa jatuhnya harga kopi hari ini!
Harga biji kopi normal di desa kami biasanya berkisar antara Rp. 17.000-19.000/kg. Bahkan, di beberapa tahun belakang harga kopi bisa tembus Rp. 20.000-22.000/kg. Entah kapan harga indah ini bisa terulang lagi. semoga saja di pertengahan tahun ini.
Karena sekarang Covid-19 sedang melanda, harga kopi di sini turun menjadi Rp. 11.000-12.000. Turun Rp. 5.000 saja kami sudah gusar, Tapi, di desa Toni? Sudah di atas Rp. 10.000 jatuhnya.
Kalau sudah seperti ini, bagaimana bisa kita berlapang-lapang dan menerima. Fakta ini sudah bukan lagi luar biasa, tapi sudah luar binasa. Cukup untuk menghancurkan stabilitas perekonomian para petani, juga menambah sarang laba-laba di dompet kami.
Tapi ya, mau bagaimana lagi. Saat ini gudang kopi banyak yang tutup dan distribusi kopi ke provinsi lain begitu terhambat.
Tambah lagi, tahun ini penghasilan kopi terutama dari keluarga kami sedang "macet". Buah kopi tidak begitu lebat dan karena sering hujan, bunga kopi jadi rontok. Bersyukur kami karena masih punya penghasilan tambahan dari jalur lain, yaitu gula Aren.
Jika penghasilan utama keluarga hanya dari kopi, entahlah. Bisa dibayangkan betapa susah dan ruwetnya ujian hidup yang menimpa petani kopi saat ini. Karena pasti ada, bahkan banyak keluarga yang menggantungkan hidupnya dari buah kopi.
Dan, yang lebih susah hingga membuat kita prihatin adalah saudara-saudara kita yang mengurus kebun karet dan kebun kopi orang lain. Sudah harga karet dan kopi jatuh, mereka harus berbagi penghasilan pula. Duh, semakin ke sini, semakin merinding saya menulisnya!