Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Daripada Banyak Ngeluh, Mendingan Orangtua Tiru Sikap Bijak Meisya Siregar

22 Maret 2020   14:25 Diperbarui: 22 Maret 2020   14:34 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tak mengeluh, Meisya Siregar malah menyempatkan diri mendampingi anak-anaknya untuk belajar dari rumah. Lebih dari itu, Meisya juga merasakan bahwa profesi guru itu sangat sulit dan mulia."

Siapa sangka, kebijakan belajar dari rumah yang baru beberapa hari ini diterbitkan sudah meninggalkan banyak kisah.

Senangnya, saat belajar dari rumah anak-anak tidak perlu terpaku dengan bel istirahat. Jika lelah bisa ngemil, jika letih bisa tidur sebentar, jika bosan bisa main game sebentar. Porsinya bisa diatur, asalkan anak-anak bisa mengatur waktunya dengan baik.

Galaunya, anak-anak sementara belum bisa berjumpa dengan teman-teman seperjuangan dan gurunya secara langsung di sekolah. Karena coronavirus, penduduk sekolah hanya bisa saling berjumpa melalui ruang maya, tentu saja bagi daerah-daerah yang sudah bersinyal.

Galaunya lagi, para orangtua disilahkan membagi waktunya lebih banyak hanya untuk menemani anaknya belajar dan mengerjakan tugas dari rumah. Kuota bisa jadi bobrok, dan pekerjaan orangtua bisa jadi tambah banyak dan merepotkan.

Ternyata kebijakan libur alias belajar dari sekolah ini lebih banyak galau dari senangnya, ya?

Tergantung, sebenarnya. Bagi anak-anak maupun orangtua yang mau mengurangi keluh mereka dengan memetik hikmah belajar di rumah, mungkin akan melegakan. Tapi, jika sebaliknya? Bisa jadi, libur kali ini akan begitu melelahkan.

KPAI misalnya, telah menghimpun setidaknya ada 51 pengaduan yang masuk dan mengeluhkan beratnya tugas yang diberikan guru.

Karena banyaklah keluh ini, KPAI memberi 4 saran menyikapi keluhan anak-anak yang belajar dari rumah:

  1. KPAI meminta stakeholder pendidikan membangun rambu-rambu untuk para guru sehingga proses home learning ini berjalan dengan menyenangkan dan bermakna.
  2. Jadikan pembelajaran daring sebagai sarana untuk saling memotivasi, menumbuhkan rasa ingin tahu anak, mempererat hubungan dan saling membahagiakan.
  3. Home Learning dan Online Learning untuk interaksi secara virtual.
  4. Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah tidak perlu menuntut para guru lapor hasil pembelajaran tiap hari.

Mengingat kebijakan belajar dari rumah merupakan perihal darurat, rasanya KPAI agak telat bereaksi. Jika ingin sedikit "mengatur" jalannya home learning, semestinya sudah mengusulkan jauh-jauh hari sebelum para siswa dikembalikan ke rumah.

Terang saja, tidak sedikit siswa yang sudah diajak oleh orangtuanya untuk pergi dan menginap di ladang bersama tugas-tugasnya. Pertimbangan lain, bisa jadi guru memberikan tugas yang cukup banyak karena hanya dengan tugas-tugas itulah siswa akan "terpaksa" buka buku.

Lebih dari itu, sebaiknya baik KPAI maupun para netizen jangan terlalu mudah terkecoh dengan banyaknya halaman tugas. Ada 100 halaman misalnya, belum tentu semuanya adalah tugas. Apalagi ini buku tematik, kan halamannya lompat-lompat sesuai tema.

Jika anak-anak tidak ditemani atau diperhatikan, tentulah mereka anak senantiasa mengeluh dan kelelahan. Di sinilah sebenarnya peran orangtua sangat dibutuhkan, bukan untuk mengisikan tugas anak melainkan sejenak menemani mereka.

Jika orangtua bisa mengambil sisi positif dari kebijakan belajar dari rumah, maka rasa capek dan lelah itu akan tergantikan dengan petikan makna bahwa ternyata pekerjaan guru itu berat.

Meisya Siregar dan Respect Mendalam Terhadap Profesi Guru

Postingan Instagram Meisya Siregar. (Dok. Instagram Meisya Siregar) dari kompas.com
Postingan Instagram Meisya Siregar. (Dok. Instagram Meisya Siregar) dari kompas.com

Salah satu contoh orangtua yang mampu memetik sisi positif ini adalah aktris sekaligus presenter terkenal bernama Meisya Siregar. Sosok perempuan yang sempat mengawali karirnya sebagai model ini mengungkapkan bahwa ada hikmah positif atas kebijakan belajar dari rumah.

Saat ini Meisya mulai merasakan kesulitan saat ia harus mendampingi anak-anaknya belajar di rumah sebagai seorang guru. Dari sinilah, ia bertekad lebih menghargai profesi guru.

"Hikmah belajar 14 hari ini, kita merasakan mengajar dan mendidikan anak. Biasanya kan tugasnya antara guru dan orangtua 50:50, sekarang 80 persen orangtua, 20 persen guru. sekarang tuh kita lebih banyak merasakan pekerjaan guru itu sulit," kata Meisya saat dihubungi Kompas.com.

Lebih lanjut, pemeran Mama Bastian dalam film Coboy Junior The Movie ini juga menerangkan bahwa menjadi guru tak hanya membutuhkan Intelligence Quotient (IQ), melainkan juga harus memiliki Emotional Quotient (EQ).

Terang saja, seorang guru yang mantap mesti memiliki kadar kesabaran yang tinggi terutama dalam menghadapi banyak siswa dengan beragam karakter. Karena perilaku siswa yang berbeda-beda ini, maka pendekatan emosinya juga berbeda.

Saat ada siswa yang malu-malu unjuk tangan, misalnya. Siswa yang seperti ini biasanya kurang PeDe tampil di depan kelas, hingganya seorang guru tidak bisa memaksanya tampil dengan cara marah-marah.

Agar siswa mau tampil, guru perlu menusukkan jarum-jarum penyemangat melalui pendekatan personal untuk membangkitkan keberaniannya. Bisa dengan motivasi secara perlahan dan lembut, bisa dengan pujian, bisa pula dengan meyakini bahwa si siswa tadi pasti bisa.

Kalau caranya langsung marah-marah, bagaiamana? Yang ada, siswa malah menangis di kelas. Atau, minimal siswa akan maju dalam keadaan tertekan. Ketakutannya kepada guru akan semakin bertambah.


Kembali ke kisah Meisya, saat mendampingi anak-anaknya belajar di rumah ternyata Meisya menemukan berbagai tantangan yang selama ini biasa dihadapi oleh guru di sekolah.

Mulai dari kurangnya kemauan anak dalam belajar, mood anak yang cepat sekali hilang timbul, tentang anak yang cari-cari perhatian, serta susahnya menanamkan tanggung jawab agar anak mau belajar.

Hebatnya, tantangan-tantangan yang sejatinya cukup berat ini ia tutup dengan pengakuan bahwa manusia dan orangtua manapun tidak ada yang sempurna.

Terpenting bagi Meisya adalah bagaimana untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan untuk tetap mendampingi anak.

Ini hanyalah salah satu kisah orangtua yang tersadar betapa keras, berat dan mulianya pekerjaan seorang guru. Di luar sana dan didekat kita, saya yakin masih ada begitu banyak orangtua yang sadar akan beratnya peran guru dalam mencerdaskan seorang anak.

Untuk itulah, sebelum ingin mengkritik kinerja guru, sebelum ingin meremehkan bahkan menghina guru, periksa dulu pada hati kita masing-masing.

"Sudah sejauh apa penghargaan yang mampu kita berikan kepada guru?"

"Sudah ingatkah kita, bahwa kehebatan hari ini tidak lepas dari peran besar seorang guru?"

Masing-masing kita mungkin sudah punya berlembar-lembar kertas untuk menjawab dua pertanyaan ini. Bahkan, tidak cukup hanya menjawab, tanpa sengaja kita juga sudah berkirim doa agar para guru selalu kuat, sehat dan istiqomah dalam mencerdaskan anak bangsa.

Perilaku bertajuk kesadaran seperti ini tentulah sangat baik untuk ditinggikan. Keluhan memang ada, dan itu adalah kewajaran. Tapi, kesadaran bahwa profesi guru itu mulia semestinya juga bisa dijadikan sebuah kewajaran.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun