Tapi, tetap saja semangat untuk bersekolah saja tidak cukup. Para orangtua juga memiliki kewajiban menata "keliaran" sikap siswa agar lebih beradab.
Kami Titip Siswa, Tolong Daur Ulang Tata Kramanya
Sadar atau tidak, keberadaan coronavirus telah membuat kasus-kasus negatif di sekolah berkurang drastis. Sepertinya, hal ini merupakan efek langsung dari coronavirus yang membatasi ruang gerak siswa.
Larangan berkumpul, larangan jabat tangan, hingga pembelajaran dipindahkan ke rumah masing-masing semuanya seakan sudah menekan terjadinya perundungan dan penganiayaan di sekolah. Tapi, masa iya perusak wajah pendidikan ini hanya mampu dihentikan oleh bencana?
Nyatanya, keberadaan coronavirus bisa jadi pembelajaran dan kesempatan bagi para orangtua untuk kembali menata dan mendaur ulang tata krama anak-anak.
Mengapa kali ini hanya orangtua? Terang saja, pergerakan guru sedang terbatas. Tidak mungkin guru bisa mengunjungi satu-per satu siswanya untuk memastikan pembelajaran tata krama dibiasakan.
Siswa dan orangtua yang aktif bermedsos mungkin bisa diamati dan diberikan wejangan oleh guru. Tapi, bagaimana dengan siswa yang sudah diajak orangtuanya menginap di kebun di bawah kaki bukit? Lagi-lagi hanya orangtua yang bisa mendaur ulang tata krama anak.
Adapun terkait dengan tata krama yang mau diajarkan, tidak perlu yang berat-berat. Kita berangkat dari hal-hal yang sederhana saja.
Mulai dari menata cara anak dalam menyapa orang yang lebih tua, kemudian memberi salam. Keduanya mungkin sudah sangat sering dilakukan oleh anak, namun hari ini kebiasaan yang salah adalah terkait dengan etiket menyapa dan memberi salam.
Kadang, anak dengan beraninya menyapa orang yang lebih tua dan gurunya sembari berlari dengan teman-temannya. Secara tata krama ini benar dan bagus, tapi secara etiket sungguh kurang benar.
Tata krama berikutnya, membiasakan anak mengucapkan kata tolong saat meminta bantuan serta tidak lupa mengucapkan terima kasih sesudahnya. Lagi-lagi ini amatlah sederhana, tapi sangat penting untuk dijadikan karakter hingga mendarah-tulang.
Terang saja, anak-anak terutama kepada teman sebayanya kadang sesuka hatinya saja meminta bantuan. Bukannya minta tolong, melainkan suruh-menyuruh layaknya bos besar.
Barangkali, beberapa orang menganggap hal ini sangatlah sepele karena namanya juga anak-anak. Tapi, kalau hal seperti ini sudah jadi kebiasaan, bisa-bisa anak tadi tidak akan diterima di masyarakat maupun pergaulan. Bahaya!