Harapan pertama yang bisa didengungkan adalah, jangan sampai karena pelakunya masih anak sekolahan, hingga hukum jadi tidak berlaku. Khawatir, setelah ini bisa muncul kejadian serupa, bahkan susul-menyusul. Sungguh, kita tidak mau kejadian seperti ini terjadi lagi.
Bagaimana tidak khawatir, beberapa hari lalu juga sempat terjadi kasus pelecehan bahkan pemerkosaan terhadap siswi SMA di Kupang. Fakta ini seakan menjadikan kata "Perempuan" harus "ditebalkan" dari sisi perlindungan dan pengawasan.
Apalagi jika kasus pelecehan seksual terjadi di sekolah, maka sesuatu yang patut kita pertanyakan adalah bagaimana kinerja sekolah dalam mengawasi tingkah laku anak-anak yang sedang suka dengan cinta monyet ini?
Kabid SMA, Arthur menegaskan bahwa kepala sekolah terkait sudah dianggap gagal dalam hal pengawasan, dan tentu akan ada sanksi yang menanti.
Lagi-lagi tugas sekolah dalam mengawasi gerak-gerik ABG SMA memang cukup berat. Tidak bisa dimungkiri, banyak dari mereka yang sudah sangat dekat bergaul dengan lawan jenis karena persoalan cinta.
Tambah lagi, mereka juga rasanya sudah sangat paham dengan apa itu seksi, bagaimana rasanya jatuh cinta, hingga bagaimana caranya memuaskan nafsu birahi. Semua ini adalah salah satu pemicu terjadinya pelecehan seksual di sekolah.
Maka dari itulah, sekolah melalui kepala sekolah mesti melakukan pengawasan ketat sembari melindungi para siswi dari kemungkinan tindak pelecehan.
Hal-hal sederhana namun krusial jangan diabaikan. Mulai dari pakaian ketat siswi, rok yang terlalu jauh melangkah di atas lutut, geng siswa-siswi, selebritis SMA, hingga dandanan rias yang menggoda sudah sepatutnya dilarang di sekolah.
Terang saja, dari tampilan fisik dan kecantikan perempuan, para siswa laki-laki mudah saja tergoda dan naik hasrat birahinya. Apalagi jika ditambah dengan tontonan dan tayangan yang menohok dari media sosial, mudah sekali mereka tersulut nafsu.
Sekali lagi, peluang-peluang kejahatan seperti ini haruslah segera diminimalisir kemunculannya di sekolah. Tidak sekadar hanya sosialisasi dari kepolisian maupun pihak lain, melainkan juga butuh pelarangan.
Untuk memperkuat pelarangan, tentunya sekolah juga sudah menyiapkan sanksi dan disampaikan kepada para orang tua siswa. Tak mengapa sekolah banyak aturan tegas, selama itu untuk maslahat.