"Apa karena bukan siswa yang dianiaya?"
"Lalu, mengapa tidak lakukan pendampingan?"
Sudah lima hari berlalu sejak hebohnya kasus penganiayaan guru oleh siswa SMA yang terjadi di Kupang. Tepatnya pada 3 Maret 2020 lalu, di mana ada 3 orang siswa menganiaya seorang guru di dalam kelas.
Kejadiannya bermula saat sang guru memeriksa absensi alias daftar hadir ujian semester. Karena masih ada satu absensi yang kosong, guru melempar pertanyaan kepada siswa seisi kelas sembari berharap ada pengakuan dari siswa yang lalai.
Tapi, bukannya mendapat pengakuan malah sang guru yang dimarahi dan dibentak secara tidak sopan. Salah seorang siswa marah-marah dan berkata kepada guru bahwa absensi seharusnya sudah selesai dan terisi semua.
Sontak saja, guru langsung mendatangi siswa dan memukul siswa yang tidak sopan tadi. Teman siswa yang tidak terima, segera membalas dan menganiaya guru sampailah terjatuh.
"Saat guru tersebut jatuh, para pelaku lalu menginjak kepala sang guru dan melempar dengan kursi dan batu," ucap Pejabat Humas Polres Kupang Aipda Randy Hidayat.
Keterlaluan memang, seorang guru yang mestinya dihormati dan diteladani malah dikeroyok sampai menderita luka.
Hampir sejalan, Kasat Reskrim Polres Kupang Iptu Simson Amalo menjelaskan bahwa sebelum terjadi pengeroyokan ada seorang siswa yang marah dan memukul papan informasi yang berada di depan ruang kelas.
Melihat kejadian itu, sang guru kemudian menampar siswa sebanyak dua kali dan akhirnya terjadilah pengeroyokan.
Berdasarkan kronologis kejadian ini, agaknya yang menjadi faktor pemicu pengeroyokan adalah sikap tidak sopan siswa. Sikap itu pula yang direspon dengan hukuman fisik oleh guru, dan kemudian menyulutkan emosi teman dari siswa yang dihukum.
Akhirnya, yang paling menderita adalah sang guru karena ia menerima luka akibat pengeroyokan. Atas kelakuan "berlebihan" dari siswa inilah, guru tadi melaporkan kejadian ke Polsek Fatuleu.