Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kebijakan Kampus Merdeka, Beda Jalan Sarjana Pekerja dengan Sarjana Pemikir

26 Januari 2020   16:36 Diperbarui: 27 Januari 2020   09:57 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sarjana (Shutterstock via Kompas.com)

2020 sepertinya akan segera menjadi tahun perubahan besar bagi kelanjutan pendidikan Indonesia. Bukan sekadar harapan yang bertumpuk-tumpuk tanpa gapaian, tapi juga tentang kebijakan-kebijakan yang kiranya akan membawa angin segar untuk pendidikan.

Menjelang akhir 2019 kemarin, kita sudah dihebohkan dengan program "Merdeka Belajar" tuah dari pidato Mendikbud, Mas Nadiem Makarim, pada Hari Guru Nasional sekaligus gerak-gerik beliau sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Lagi, tahun ini kebijakan Mas Nadiem tentang "Merdeka Belajar" kembali bertambah episode. Kali ini judulnya adalah "Kampus Merdeka" yang berfokus pada penyesuaian kebijakan di lingkungan pendidikan tinggi.

Konsep ini diluncurkan Mas Nadiem dalam rakor kebijakan pendidikan tinggi di Kemendikbud, Jakarta pada Jumat (24/01/2020).

"Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan, hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang." Tegas Mas Nadiem.

Di dalamnya ada empat poin kebijakan terkait dengan perguruan tinggi, yaitu:

  1. Otonomi PT dalam Membuka Program Studi Baru.
  2. Re-akreditasi Perguruan Tinggi otomatis.
  3. Kebebasan Menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum.
  4. Hak Belajar Tiga Semester di Luar Program Studi.

Empat poin kebijakan ini kiranya adalah kiat-kiat penting agar pendidikan tinggi lebih luwes dan calon-calon sarjana tidak melulu terbelenggu dengan materi, buku, kelas, dan bangku kuliah.

Dari empat kebijakan ini ada yang menarik perhatian penulis, khususnya pada poin terakhir mengenai hak belajar mahasiswa di luar program studi. Persepsi awal, Mas Nadiem agaknya ingin agar para mahasiswa lebih banyak makan pengalaman di lapangan daripada sekadar makan teori.

Persepsi kemudian, kebijakan pendidikan tinggi usulan Mas Nadiem kiranya akan diarahkan kepada keperluan dan kebutuhan industri kerja.

Terang saja, penambahan pilihan jatah magang selama tiga semester akan memperkaya pengalaman sarjana di dunia kerja. Pergerakan pemikiran dan pengambilan keputusan menurut teori akan berbeda dengan hasil yang ditemui di lapangan.

Namun, kenyataan yang terjadi tidak semua sarjana akan menjadi pekerja. Sebagian dari mereka juga sudah disiapkan sebagai sarjana pemikir. Kenyataan ini sekaligus menjadi pertentangan bahwa kebijakan Mas Nadiem tentang magang perlu dikaji ulang.

Beda Jalan Sarjana Pekerja dan Sarjana Pemikir
Membahas kebijakan tentang hak belajar tiga semester di luar program studi, Mas Nadiem mengutarakan bahwa SKS yang dulunya diartikan sebagai "Jam Belajar" sekarang berubah arti menjadi "Jam Kegiatan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun