Â
Bagimu, apa rasa kopi yang paling nikmat?
Apakah asam, pahit, sedikit manis, atau dominan manis? Eh, tapi kalau kemanisan namanya bukan minum kopi ya, tapi minum gula. Hohoho
Berbicara selera suka-suka peminum memang, mau apapun rasa kopi itu, yang penting masih lebih baik daripada hambar. Untuk apa ngopi jika tidak berasa, dan bagaimana mungkin keberadaan kopi semacam itu bisa diakui.
Ngopi walaupun sekadar hanya lewat minimal bisa menggugah mood. Bahkan, beberapa orang cukup ngopi dengan menyeruput gelas teman sebelah. Setelah itu, kantuk hilang, semangat mendulang, dan tenaga muncul berkali-kali lipat.
Sebaliknya, jika kopi itu tak berasa maka tiadalah nikmat menyeruputnya. Jangankan untuk minum hingga setengah gelas, mencicipi untuk kedua kalinya saja lidah sudah teriak "Uhh, tidak enak." Kurang gula lah, kurang kopinya lah, macam-macam. Bukankah pekerjaan juga demikian?
Bekerja Tanpa Ada Rasa Ibarat Kopi yang Hambar
Kopi yang berasa dan enak akan selalu teringat oleh peminumnya. Mulai dari aromanya, rasanya, mereknya, bahkan tempat ngopinya pun tak lupa. Tapi, jika kopi itu hambar rasanya tiada satu pun ingatan yang menempel dan berkesan.
Sama halnya dengan seseorang yang bekerja tanpa rasa. Kesan awal tidak menarik, sok sibuk sendiri, tidak peduli dengan lingkungan kerjanya, hingga tak ada sebiji pun karya yang tertinggal.
Bayangkan jika orang itu pindah tempat kerja, agaknya lupa akan segera bertamu. Terang saja, daripada bergibah ria membicarakan keburukan-keburukannya saat bekerja dulu, lebih baik dilupakan, bukan?
Jika sekadar 2 bulan atau 6 bulan bekerja lalu pindah dan terlupa, mungkin tak mengapa tidak diakui keberadaannya. Tapi, jika sudah bertahun-tahun kerja kemudian terlupakan karena tidak diakui keberadaannya selama ini, apa mau dikata?