Guru: "Anak-anak, hari ini kita belajar tentang perilaku tawaduk ya.... Eh, Btw apa itu tawaduk, ada yang ingat?"
Gara-gara pertanyaan ini, muncullah berbagai jenis sikap tidak biasa dari siswa. Ada yang menggaruk kepala seraya berpikir, ada yang menggelesel meja sembari cari inspirasi, ada yang mulai tertunduk dan menghilangkan keberadaan diri, dan ada yang malas berpikir seraya berteriak:
"Lupa Paaaaak!!!" Waduuuuuuh....
Bagi guru, kadang kesal jika siswa terburu-buru menjawab lupa, kenapa tidak dicoba dulu. Jawabannya terserah, benar atau salah belakangan. Nanti juga diluruskan baik oleh teman sekelas maupun oleh guru itu sendiri.
Namanya juga sekolah, syukur-syukur jawaban yang diutarakan benar maka guru makin semangat. Bukan semata ingin mengukur diri bahwa guru telah berhasil, tapi setidaknya guru boleh menduga "Wah, ternyata siswa-siswaku masih ingat, berarti dia ulang pelajarannya di rumah."
Di sekolah tidak sedikit guru yang memandang lupa sebagai gejala yang menyedihkan. Bukan sekadar jawaban yang terburu-buru itu, melainkan ada kebiasaan. Lupa harusnya tidak ada, minimal tidak keterlaluan lupanya. Lupa-lupa ingat, cukuplah.
Darinya, mungkin saja ada guru yang kesal bahkan ngomel tidak keruan gara-gara persoalan siswa yang lupa. Apalagi saat pelajaran baru dimulai atau baru masuk sesi apersepsi. Guru baru ingin memulai, baru ingin mengajak siswa mengembangkan idenya, eh langsung dijawab lupa.
Ibarat sedang makan kerupuk ikan lalu tergigit lidah, sakitnya sampai terbawa ke ruang guru. Hohoho
Kenapa Siswa Mudah Melupakan Pelajaran?
Fenomena lupa sejatinya bukanlah permasalahan sederhana karena jika terus terlupa akan merugikan diri serta membuat kesal semua orang. Terang saja, informasi yang sudah dipelihara dalam pikiran, ketika mau dikeluarkan ternyata sudah hilang. Siapa mau tanggung jawab?