Dan, dari sinilah polemik anak rantau dimulai 1 bulan, 2 bulan, bahkan 3 bulan anak rantau masih bisa santai. Sesekali ingin membantu mencuci piring ataupun menyapu rumah, malah berkali-kali ditolak oleh tuan rumah.
"Gak usah dek, bibi saja."
"Gak usah dek, nanti biar anak Om yang nyapu. Kamu istirahat saja, atau nonton TV gih"
"Baju kotor taruh di sini saja, nanti ayuk yang cucikan!"
Semua serba tidak enak. Tidak enak karena segan, tapi juga tidak enak untuk terus menolak. Akhirnya, muncullah kebaikan dalam diam sebagai upaya balas jasa.
Namun, akan beda keadaannya jika sudah lebih dari 3 bulan. Pribadi kita akan tampak, dan pribadi kerabat juga akan ketahuan. Yang sebelumnya baik, bisa jadi lebih baik atau malah jadi sosok yang cerewet dan menjengkelkan.
Mungkin saudara kita tetap baik kepada kita, tapi bagaimana dengan suami/isterinya, serta anak-anaknya? Belum tentu.
Lain kepala lain pula isi otak, beda pula rasa hati. Perlakuan itu tidaklah sama dan sudut pandangnya berbeda. dan di sinilah awal mula para perantau untuk balas jasa.
Entah itu karena ikhlas, terpaksa, atau memaksakan dirinya, para perantau akan berusaha sekeras mungkin untuk membantu keperluan saudara tempat ia menumpang tadi. Awalnya sungguh bukanlah beban. Namun jika perantau sudah sibuk bekerja, maka hidup mereka akan lebih berat.
Mirisnya, saudara atau kerabat kadang tidaklah tahu kita butuh istirahat sepulang dari kerja, bahkan mereka tidak mau tahu. Yang mereka tahu, kita terus sigap untuk membantu keperluan mereka. Entah itu keperluan rumah, ataupun keperluan di luar rumah.
Padahal, sesekali para perantau ingin dimengerti. Tentu saja mereka tidak selalu sehat setiap harinya. Tapi, mau tidak mau kesakitan itu harus segera disimpan rapat-rapat. Mengeluh juga tak ada guna, karena sejatinya jasa numpang tadi belum terbalaskan.
Di saat-saat inilah para perantau rindu kampung halaman. Rindu tinggal serumah dengan orangtua. Dan anggapan bahwa "rumah ternyaman adalah rumah orangtua" kembali berdenging di telinga.
Terang saja, di rumah orangtua tidurnya bebas, makanan tersedia, hingga anak sakitpun orangtua begitu peka. Beda dengan numpang di rumah saudara. Belum tentu saat perantau pulang kerja, makanan akan tersedia. Belum tentu juga mereka bisa langsung istirahat di rumah.
Dan kemudian muncullah perasaan, mendingan ngekos daripada harus tinggal di rumah saudara. Pulang kerja bisa langsung tidur dan istirahat, atau bisa makan di luar tanpa ada yang menghalangi.