Terang saja, waktu yang diperlukan untuk merakit batik tulis tidaklah secepat batik printing. Agaknya, tidak cukup 1 atau dua hari merakitnya. Itupun harus didukung penuh dengan keterampilan tangan sang perakit.
Karena itulah, banyak konsumen batik memilih jalan pintas untuk mendapatkan batik. Bahkan, batik Kaganga rela mereka oper ke pulau Jawa hanya untuk dirakit secara cepat saji. Padahal, aktor pembuat batik di daerah sudah bergelar master.
Inilah yang menjadi kedukaan tersendiri bagi para produsen batik Kaganga. Selain sepi peminat, mereka juga mengeluhkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap batik lokal. Bahkan, salah satu pengusaha batik di Curup mengutarakan "lebih terang" bekerja sebagai penjual tempe.
Membatik yang sejatinya bisa menjadi usaha utama warga, malah berubah opsi menjadi usaha sampingan. Terang saja, selain sulit mendapatkan pelanggan di hari-hari biasa, pembatik lokal juga sulit untuk memasarkan produknya.
Memberdayakan Batik Daerah
Memang benar bahwa pemerintah Kabupaten Rejang Lebong sudah mewajibkan para pegawai PNS, Pegawai Swasta, bahkan pelajar untuk mengenakan batik Kaganga. Hanya saja, mereka lebih mengandalkan batik printing, bahkan rela memesannya hingga keluar pulau.
Karena kebijakan ini, batik Kaganga hanya ramai dipakai oleh kalangan pekerja dan pelajar saja. Masyarakat pun harus berpikir dua kali untuk mengenakan batik Kaganga. Terang saja, masa mereka melulu harus disamakan dengan pegawai ataupun pelajar?
Akhirnya, batik Kaganga menjadi kurang situasional ketika dikenakan. Beda dengan batik-batik produksi luar kota yang sejatinya bisa dipakai pada segala situasi. Batik-batik tersebut bisa dipakai saat kondangan, acara adat, serta jalan-jalan. Bahkan, dengan kreativitas merakit baju dengan gaya semi batik, motif batik bisa diletakkan pada kaos olahraga.
Batik Kaganga pun kurang fungsional bahkan bisa jadi teralihkan fungsinya. Batik daerah yang sejatinya untuk menunjukkan kebesaran daerah, malah menjadi pakaian resmi bagi orang-orang tertentu saja.
Tentu kenyataan ini terlalu sukuisme untuk diberdayakan. Padahal, suku Rejang sangat terwakili oleh adanya Kaganga. Akan sangat baik jika batik ini diberdayakan di daerah sendiri. Masyarakat tentu akan bangga mengenakannya, bahkan masyarakat akan meninggikan batik lokal sebagai kebanggaan daerah.