"William Kamkwamba mengajarkan kita bahwa literasi dapat mengubah masa depan."
Sebuah film persembahan Netflix yang  diambil dari kisah nyata seorang  penulis, inovator, dan insinyur Malawi, William Kamkwamba garapan dari Chiwetel Ejiofor dengan judul The Boy Who Harnessed The Wind. Hebatnya, Ejiofor juga ikut berperan sebagai Trywell yang merupakan ayahnya William (Maxwell Simba).
William adalah seorang remaja yang hidup bersama keluarga sederhana. Ayahnya Trywell bekerja sebagai petani gandum. William sesekali membantu ayahnya dengan membuka jasa perbaikan radio yang rusak. Ya, demi bisa bersekolah. Setelah tabungan sang ayah cukup, beliau membelikan William seragam sekolah.dan akhirnya William bisa bersekolah.
Ayah William pun melontarkan lelucon saat William akan berangkat sekolah. Ya, sebuah tes sederhana yang dapat menentukan seorang anak sudah layak sekolah atau belum. Caranya adalah "menyentuh telinga kiri dari atas kepala menggunakan tangan kanan". Ya, kiranya kita dahulu pernah seperti ini. Saya ingat, di tahun 2000 saya diminta untuk melakukan tes serupa oleh tetangga. Mungkin pembaca juga pernah ya? Hehe.
William pun langsung mempraktikkan, dan tentu saja ia bisa memegang telinga kiri. Wajar, karena William sudah remaja. Dan akhirnya William di persilahkan pergi kesekolah. Beban Trywell semakin berat karena mereka harus tetap menabung agar Annie saudara perempuan William dapat melanjutkan kuliah.
Dilema Pendidikan: Sekolah Harus Bayar
Hari pertama sekolah, William langsung dirundung mendung. Hari itu sudah turun hujan, ternyata dan ternyata uang sekolah yang sudah dibayarkan Trywell hanyalah uang muka. Biaya sekolah belum terbayar, dan tidak ada masa tenggang pembayaran. Jika tak segera dibayar, William tak bisa bersekolah.
Di rumah, William kesulitan belajar, padahal esok harinya ada ujian Sains. Pertama karena tidak adanya minyak tanah untuk bahan bakar penerangan, dan kedua, William diminta untuk membantu Ayahnya bertanam. Dan benar saja, William hanya mendapat nilai 62, memang masih lebih baik daripada temannya, namun William tidak puas.
Sepulang sekolah, William bersama temannya selalu pergi ke tempat "sampah" rongsokan barang-barang elektronik, untuk sedekar mencari daya/baterai bekas untuk memutar radio. William iri dengan Kakak perempuannya yang mendapat nilai tinggi untuk bisa masuk ke universitas. Ya, karena Annie selalu belajar pada malam hari, dan waktu itu masih banyak persediaan minyak tanah untuk bahan bakar lampu minyak.
Pada suatu waktu, William bersama temannya memiliki niat buruk untuk merusak sepeda guru. Uniknya, William malah menaruh perhatian pada lampu sepeda. Ternyata lampu sepeda itu tidak menggunakan baterai melainkan dinamo. Lampu sepeda hanya akan hidup jika pedal sepeda di kayuh. Ini sangat menarik perhatian William, dan ingin segera bertanya kepada guru sains.
Mirisnya, William harus menyusup ke kelas karena ia tak mampu membayar biaya sekolah. Beruntung Pak Kachigunda mau menjelaskan tentang dinamo. William pun semakin tertarik untuk membuat dinamo. Tapi William tak punya kartu perpustakaan, sehingga ia tak bisa masuk perpustakaan, apalagi untuk meminjam buku.