Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inilah Arti Merdeka

17 Agustus 2019   12:00 Diperbarui: 17 Agustus 2019   12:11 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari @Cameo Project.

Merdeka berarti, kita bebas dari jajahan pimpinan, harta, jin, maupun hawa nafsu.

Merdeka. Adalah kata-kata yang selalu terulang dan terucap di mulut kita. bukan hanya di bulan Agustus saja, bukan hanya saat melagukan lagu nasional 17 agustus saja, bukan hanya setiap upacara bendera hari senin saja, melainkan setiap saat.

Kita senyum saja sebenarnya sudah merdeka. Kenapa? Karena kita sudah terbebas dari kesedihan, kemurungan, kegundahan, kemarahan, dan kekesalan hati. Sungguh, merdeka itu sederhana. Tidak harus kita bersusah payah mencari pengertian merdeka dari sisi etimologis, asal kata, istilah, bahkan definisi-definisi para tokoh sekalipun. Merdeka adalah hakikat yang epistemologi-nya sudah tertanam dari diri kita. wujudnya adalah tingkah laku.

Lalu, apakah merdeka itu sudah kita capai? Atau sedang kita usahakan? Atau malah masih angan-angan? Bayangkan, alangkah lamanya angan-angan itu jika sudah  74 tahun. Alangkah lamanya usaha itu jika sudah 74 tahun. Jika itu umur manusia, maka kita saja sudah butuh tongkat untuk berjalan dan berdiri. Bagaimana kita bisa menggerakan orang lain, atau mendirikan "orang lain"? jujur saja, sungguh berat jika tak ada generasi pemuda yang sesuai dengan harapan Bung Karno.

Merdeka: Bebas dari "Jajahan" Pimpinan

Belumlah merdeka jika kita melulu terzalimi. Entah itu terzalimi oleh atasan, Kades, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur, DPR, bahkan Presiden, menunjukkan arti bahwa kita belum bebas alias merdeka.

Sejatinya, Pimpinan yang baik adalah Pimpinan yang memerdekakan bawahan. Akhlak mereka juga harus merdeka, yaitu jujur, amanah, tabligh, dan fathanah. Kata "penjajahan" yang muncul tidak lain karena pelanggaran dari sifat-sifat ini. Misal, pemimpin yang terbiasa tidak jujur akan mudah memanipulasi uang dan "menggombal" masyarakat.

Akhirnya harga sembako mahal, listrik mahal, sekolah mahal, bahkan mau BAK dan BAK pun berbayar. Pemimpin mah enak, semua dibayarkan pemerintah. Sedangkan bawahan dan rakyat? Bayar sendiri, dari hasil keringat maupun dari hasil "mengolah" tanah. Jika ketemu dengan pemimpin seperti itu harusnya kita pekikkan ditelinga mereka: "Gaji Anda, Kesenangan  Anda, kami yang bayar!" Sayangnya mereka banyak yang Budeg dan Apatis!

Merdeka: Bebas dari "Jajahan" Harta

Harta, adalah kebutuhan yang tak bisa dipungkiri. Meskipun harta adalah urusan duniawi, tapi banyak pula dari kita yang menggilai harta. Tak peduli susah dan beratnya mendapatkan harta, meski berdarah-darah akan tetap diperjuangkan. Demi apa? Demi kebutuhan atau demi kesenangan?

Peliknya, karena kebutuhan maupun kesenangan, kita seakan "dijajah" oleh harta. Buktinya? Banyak koruptor, banyak pencuri, hingga perampok yang memenuhi sel tahanan. Mereka dijajah oleh harta sehingga menggunakan berbagai macam cara untuk mendapatkannya. Ujungnya, ternyata mereka sendiri yang dibodohi oleh harta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun