Di Era digital saat ini, buku seakan jadi barang "tradisional" dan "konvensional" di kalangan milenial. Perlahan, buku juga mulai terasingkan. Terbukti dengan sepinya tamu perpustakaan. Yang ramai hanyalah para pejuang skripsi. Hehe. Mereka juga datangnya entah karena terpaksa, entah karena kebutuhan, entah karena tuntutan, atau malah karena takut resepsi pernikahan mereka tertunda. Ehh, mana yang lebih sakit antara resepsi tertunda atau ujian skripsi tunda? Sama-sama sakit kali ya. Hihi
Begitu pula dengan buku. Dahulunya buku dipuja dan jika butuh akan dicari keliling dunia. Tahan diri ini untuk meminjam uang hingga membayar dengan cicilan demi buku. Tapi sekarang, tinggal download e-book, Skripsi Pdf, Tesis Pdf, Artikel Pdf, hingga Jurnal Pdf. Gratisssssss. Huhh. Saking gratisnya, plagiarisme pun kian berkecambah.
Sedikit mengusik animasi si kembar negeri sebelah, agaknya kepergian buku begitu mengundang mendung. Lihat saja bagaimana tingkah Ma'il yang sedih karena "usaha berjaya" nya tidak ada satupun yang baca. Lihat juga bagaimana tingkah Mei-Mei yang menangis terisak, Jarjit yang dirinya terkoyak, hingga Fizi yang terkena air liur karena dirinya jadi bantal tidur. Miris pula kita lihat bagaimana perilaku orang yang  tidak menghargai buku.
Beda halnya dengan bahagianya Si Kembar karena ia di baca berulang-ulang, ekspresi terharu pembaca buku hingga berlinang air mata, hingga ada salah satu pengunjung yang ditegur oleh Abang Saleh karena perpustakaan mau tutup. Agaknya pengunjung ini lagi buat skripsi ya? Upss, skripsi lagi.Â
Rasanya jika buku itu berjiwa, mereka juga ingin diperhatikan, dibaca, dihargai, dirawat, hingga terkoyak pun mereka sejatinya tak masalah selama mereka di baca. Makanya banyak guru-guru yang senang jika buku anak mulai lusuh, terlipat, ter-stabilo, tercoret, ternoda kena sambal, hingga terkoyak. Itu menandakan bahwa anak selalu berteman dengan buku.
Apakah ini akan bertahan selamanya? Tentu saja, buku akan bertahan selamanya biarpun zaman ini terdigitalisasi.
Buku Media Komunikasi, Paten dan Sebar Ilmu Sepanjang Masa
Dari zaman lahirnya kertas yang konon berasal dari Peradaban China sampailah saat ini, buku tetap menjadi media utama berkomunikasi. Buktinya adalah kita masih ingat dengan sejarah, bahkan sejarah bagaimana diri kita dan bumi ini terbentuk. Karena semua itu termuat didalam tulisan dan buku.
Memang bisa saja kita mendapatkan ilmu melalui turunan hafalan orang tua. Tapi, kita bukanlah bangsa Arab masa lalu yang ingatannya super-super. Yang ada, kita sekarang ini di cap "sedikit baca sedikit lupa, banyak baca banyak lupa". Kadang, sebagian orang orang malah berpikir mendingan tidak usah dibaca, daripada membaca tapi lupa. Haha. Sejatinya pengertian seperti itu adalah salah besar.
Begitupula dengan perihal paten ilmu. Buku sejatinya adalah bentuk dari patennya ilmu seseorang. Percuma mereka mengaku dan teriak "saya adalah penulis handal, saya adalah penulis hebat, saya seorang ilmuan" jika tidak ada bukunya. Buku seakan menjadi pembuktian shahihnya kemampuan seseorang.