Baru-baru ini kita dikejutkan berita bahwa Fraksi Partai Gerindra meminta Pemerintah untuk menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Â menjadi 6.500 per dolar AS. Barusan saya chek jumlah kurs dolar AS terhadap rupiah, jumlahnya mencengangkan, yaitu Rp. 14.096. kita tidak begitu kaget melihat angka ini, karena dalam beberapa bulan ini nilanya tidak jauh dari itu.Â
Hanya saja, melihat angka itu mengingatkan saya pada era reformasi dimana pada waktu itu, dollar yang awalnya Rp. 15.000 berubah drastis menjadi Rp. 6.700. Mari sedikit kita mengulik lembar Detik-Detik Yang Menentukan karya B.J. Habibie
Tepat pada 21 Mei 1998 saat Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin, dengan timnya melaporkan Nilai rupiah berada antara Rp14.000 dan Rp17.000 untuk tiap dolar AS, dan menuju ke Rp20.000 per dolar AS karena ketidakpastian, krisis moneter dan krisis politik, modal mulai lari ke luar negeri dan pengangguran terus meningkat. Akibatnya, yang hidup di bawah garis kemiskinan. (B.J. Habibie: 2006: 104)
Permasalahan ini menyebabkan B.J. Habibie membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan, dengan tujuan di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian Undang-Undang yang menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan yang tidak sehat. Di samping itu, dalam bidang ekonomi, pemerintah juga akan memberikan perhatian khusus terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), revitalisasi Lembaga Perbankan dan Keuangan Nasional, serta program-program yang menyentuh kepentingan masyarakat banyak.
Di samping itu, pemerintah akan tetap melaksanakan semua komitmen yang telah disepakati dengan pihak Luar Negeri, khususnya dengan melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan kesepakatan dengan IMF. Pemerintah, akan tetap menjunjung tinggi kerja sama regional dan internasional, seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan akan berusaha dalam waktu sesingkat-singkatnya mengembalikan dinamika pembangunan bangsa Indonesia yang dilandasi atas kepercayaan nasional dan  internasional yang tinggi.
Disamping itu, B.J. Habibie menekankan untuk Menghapus fasilitas dan perlakuan istimewa, Â Meniadakan pungutan yang tidak berdasarkan peraturan, atau yang peraturannya tidak sah, serta Mempertegas independensi Bank Indonesia di bidang kebijakan moneter, termasuk mengenai tingkat bunga dan pengelolaan devisa.
Meskipun hal ini tidak mudah dan B.J. Habibie sendiri selalu dihadapkan dengan krisis pangan, sembako, serta semakin banyaknya pemutusan hubungan kerja yang terjadi dimasa itu. Sampai-sampai beliau mengatakan bahwa jika "saya tidak punya kualitas iman dan takwa yang memadai, mungkin reaksi yang emosional dan tidak terkendali dapat mempengaruhi penyalahan kekuasaan oleh Presiden". (B.J. Habibie: 106)
Dan dengan perjuangan luar biasa ternyata Program "Reformasi Pembangunan" pemerintah berhasil menghentikan free fall atau jatuh bebas nilai tukar rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat pada Rp15.000 per dolar AS (Juni 1998) menjadi Rp6.700 per dolar AS (Juni 1999). Â Sungguh, kita yang membacanya saja seakan bergumam tidak percaya. Dalam waktu 1 tahun dolar AS turun sebesar Rp. 8.300.
Dan sekarang, harapan besar sudah bernaung diatas pundak Presiden Jokowi. Kita tentu berharap masalah krisis moneter ini segera rampung. Semua pihak terkait harus serius dan fokus dalam mewujudkannya. Ikhlas, kerja keras, dan kerja cerdas. Sebagai masyarakat yang cinta Indonesia, mari kita sama-sama mendoakan dan memberikan tenaga, sumbangsih, serta pikiran kita jika diperlukan, untuk mewujudkan negara yang sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H