Mohon tunggu...
Hasbullah
Hasbullah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Program S3 MSDM UNJ Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Mustahil Maju?

26 Mei 2012   07:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:46 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia mustahil maju?.....

Judul provokatif di atas sangat menakutkan saya…betulkah?.Padahal Negara kita pemilik sumber daya alam terbesar, salah satu pangsa pasar terbesar di dunia, anak-anak sekolahnya banyak menjadi juara olimpiade matematika dan fisika, wilayahnya salah satu aset sumber hutan tropis terbesar dibumi dan memiliki ribuan kekayaan budaya dan kerarifan local. Kurang apa lagi?.

Dan anehnya, Indonesia juga menjadi bangsa yang “ter, ter, ter,” atau yang paling buruk dalam hal-hal negatif. Jumlah terbanyak pengunduh internet porno di dunia, salah satu negara terkorup di dunia,jumlah terbesar perokok sedunia, peringkat rendah hidup islami di dunia(ranking 141, ranking 1 Selandia Baru) , paling macet, paling bisa direkayasa, paling pintar berbohong, dan paling, paling, paling hal-hal yang menyedihkan.

Apa yang salah ? Guru besar ribuan, Profesorbanyak, Phd dan Doktor melimpah, lulusan Harvard, Barekeley, Oxford, Sosborn, UI, ITB sudah tidak terhitung. Ide, wacana, sistem, aturan, undang-undang, sisdur, protap, juklak, pembinaan pengawasan semua sudah lengkap. Kurang apa lagi?. Ketika melangkah pada pelaksanaannya, kenyataannya menjadi acakadul.

Jadi ingat apa yang dikatakan Almarhum Mahbub Djunaidi Kolumnis Kompas tahun 80-an bahwa ada 10 ciri-ciri orang Indonesia yang membuatnya tak maju-maju. Hampir semua cirri-ciri itu menyedihkan yaitu : suka bohong, mengelak atau ngeles, percaya tahayul, tak bertanggung jawab, suka menyalahkan dan lain sebagainya. Mungkin waktu menulis hal ini, Mahbub Djunaidi sedang guyon, karena memang gaya beliau seperti sahabatnya ; Gusdur. Terlepas benar atau tidaknya pernyataan ini, mungkin kita bisa mengenyitkan dahi bila membaca analisis budayawan Muchtar Lubis, atau sosiolog Prof. Kuncoroningrat, Prof. Alatas di tahun 70-an bahwa ada “benang merah” kesamaan mentality orang Indonesiea dari Sabang sampai Merauke, dari Sorong sampai Serang, dari Buton sampai Banten yaitu mental : MAU GAMPANGNYADOANG!. Atau dengan kata lain SUKA MENERABAS.

Up! Saya juga begitu, kadang. Bagaimana anda?. Coba tengok ke jalan-jalan, lampu merah diterabas, jalan Busway dipakai, Trotoar diterabas motor, aturan diakali, hukuman dinegosiasi, maunya semua jalan pintas, maunya mudahnya saja. Jalan yang diambil hanya yang gampang-gampang saja, tidak mau berkeringat. Jalan pintas dan suka menerabas adalah cara yang paling gampang untuk mencapai tujuan dan itu tak lain dan tak bukan adalah suap, korup, kolusi,dan keluarganya.

Prilaku ini kalau mau jujur diamati karakter “lucu” ini tidak hanya melekat pada Pemerintah, Pegawai negri, Polisi, Jaksa, dan Birokrat tetapi hampir ada pada kebanyakan orang-orang di sekitar kita, tetangga kita atau jangan-jangan kita sendiri, walaupun sedikit. Karena kadang-kadang karakter mental menyangkut persoalan genetika. Anda tidak percaya?. Coba amati sekali lagi di lingkungan kerja kita, di jalan-jalan, atau bahkan di keluarga kita. Semuanya mau yang gampang. Sehingga akrab di telinga kita bahwa persoalan korupsi adalah bukan persoalan SIAPA, tetapi persoalan GILIRAN SIAPA?, bisa angkatan 45, Angkatan 66, Angkatan Malari (Tahin 75), angkatan 98, order baru, orde lama, reformis, partai apa, atau kata ketua DPR Marzuki Alie bisa dari UI, ITB, UGM dan IPB. Lucu bukan?

Perlu dipertimbangkan ide yang dikemukakan Daud Joesoep bahwa sangat penting untuk mengedepankan budaya dalam perbaikan carut-marut negri ini. Kerusakan etika dan moral secara masif sedang melanda masyarakat kita. Jangan-jangan kekacauan negeri ini hanya menyangkut mental yang secara genetika ada pada kita semua. Bukan persoalan agama, ekonomi, ketidakadilan atau Kepemimpinan. Itu semua adalah dampak. Wallahu’alam.

(Hasbullah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun