Mohon tunggu...
Hasbullah
Hasbullah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Program S3 MSDM UNJ Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pak Prabowo, Anda Menang jika….? Pak Jokowi Anda Menang jika…?

21 Mei 2014   15:30 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:17 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PAK PRABOWO,  ANDA MENANG JIKA….? PAK JOKOWI ANDA MENANG JIKA…?

Pak Prabowo, Anda mungkin lebih kaya, berpengalaman, berkarakter pemimpin tegas dan mungkin lebih cerdas. Tapi Pak Jokowi punya modal sosial melebihi yang anda punya. Pak Jokowi lebih mirip kebanyakan orang-orang di pinggir jalan, di pasar tradisional, di terminal, di mall, di balai desa, di Mushola dan di lingkungan tetangga kita.  Pak Jokowi  Indonesia kebanyakan banget, jawa  sudah pasti, bicara terbuka juga iya…ada seperti orang Sumatra atau Sulawesi. Orang akan  memilih di dasari atas banyaknya kesamaan. Pantas Pak  Jokowi di Survey selalu unggul.

Pak Prabwo, Anda mungkin bisa menang, jika…….?.                                                                                                 Tersenyum dan terlihatlah bahagia!. Hilangkan alis mata yang “nyureng”,..rendahkan nada bicara sengit, perbaiki kelelahan anda,  walaupun politik kata anda lebih melelahkan dari tentara, cobalah olah bahasa tubuh terlihat rilek atau santai seperti ayunan tangan ketika SBY berjalan,….smooth. Tidak kaku! Smile, Relax, look happy!

Di dunia ini yang muncul bukan yang paling pintar, berkualitas, kepimipinan kuat  atau paling jujur. Indonesia tidak kurang dengan orang muda hebat dan berkarakter. Ada Ahok, Anis Baswedan, Chairil Tanjung, Gita Wiryawan, Budiman Sudjatmiko, M. Luthfi, Dahlan Iskan, Ridwan Kamil, Ignasius Joan, Risma, Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng) ..dan banyak lagi. Kalau ada kajian matrik dengan aspek yang lengkap pada  kualitas kepemimpinan dan pencapaian objektif seperti di AS, mungkin nama-nama mereka lah yang muncul.   Tapi wong Indonesia ora doyan, suke ne sing ganteng, sing tinggi koyo SBY, sing bikin kasihan, sing mirip kebanyakan, dan sing pantes pake peci ireng  dan sing kelihatan happy dan sumringah.

Tahun 1999 semua tahu Pak Amin Rais lebih pintar dari Bu Mega, ketika beliau mempertontonkan dan cenderung mokso menantang Bu Mega debat. Hasilnya?  PAN dapat 7% dan PDI mendapatkan suara luar biasa lebih dari 30%!...Masyarakat secara frontal tidak suka seseorang yang ingin mempermalukan orang lain yang secara intelektual semua orang tahu kapasitasnya lebih besar dari calon lainnya.

Tahun 2001 masyarakat Amerika Serikat tahu bahwa George W Bush “bodoh” untuk ukuran pemimpin di Amerika.  Ketika di tanya tentang sikapnya tentang referendum Timor Leste di menjawab….”Ooh soal rudal balistik itu…”,. Bahkan tidak tahu di mana Taiwan, Korea Utara musuh atau bukan..apa lagi soal ekonomi. Dan secara umum diketahui tidak jujur, ketika ia menolak mengakui latar hobi mabuk-mabukannya di masa lalu dan banyak soal lainnya. Sampai saat ini Banyak  media, lembaga kajian politik dan survey menobatkan Goerge W Bush salah satu presiden terburuk di Amerika.

Tapi sekali lagi masyrakat di mana pun tidak suka dengan seseorang yang ingin mempermalukan orang lain di depan umum.  Pada pemilu 2001 di AS, semua orang tahu bahwa Al-Gore jauh lebih pintar, cerdas, jujur, berpengalaman dan tampan. Bahkan saat-saat sebelum pemilu, survey lebih memenangkan Al-Gore. Tetapi ketika debat terbuka di televisi yang ditonton jutaan penonton, khususnya pemilih Amerika, semua tahu Gore W Bush terkesan pandir,..masyarakat sangat tersinggung ketika Al-Gore menunjukan bahwa ia lebih pintar, melipatkan tangan ketika mendengarkan Bush bicara, sering mendesis dan memperlihatkan sinis, dan tertawa “niynyir” meremehkan dan ini di bahas di televise-televisi Amerika. Hasilnya?....Banyak orang tidak menyukai Bush tapi memilihnya, dan bahkan masyarakat bersedia membayarnya dengan kerugian ongkos politik dan ekonomi yang luar biasa besarnya…Bush mewariskan resesi ekonomi, anggaran dan defisit trilyunan dolar yang harus dibayar oleh masyarakat AS. Tetapi pilihan masyrakat adalah bukan soal logika, tapi soal perasaan. Pak Prabowo jangan pernah menunjukan anda lebih tegas, galak dan pintar. Masyarakat tidak akan membaca ucapan langsung, tapi dengan persaannya melihat mimik dan bahasa tubuh.

Banyak lagi contoh pemilihan presiden yang menggiring suara masyarakat tidak suka melihat superoritas capres diperlihatkan secara frontal, dan inferioritas capres lainnya dicoba untuk dipermalukan.  Seperti kemenangan PDI-P tahun 2009 (dibodohi),  SBY tahun 2004 (kisah didjolimi), kemenangan Woodrow Wilson tahun 1913 dan 1917 di AS (di pandang Bodoh), dan kemenangan Harry Truman pada pemilu AS tahun 1948 (di remehkan bahkan kalah dalam survey).

Kalau kata buku “Black Swan” karya Nassim Nicholas bahwa sejarah manusia dibentuk di luar kendali dan rencana atau dibentuk oleh moment yang sama sekali di luar perkiraan kita, walaupun alat-alat pendukung keputusan 100% sempurna. Kalau kata orang Islam, jadi presiden atau tidak, sudah ada takdirnya. Jadi santai saja lah Pak Prabowo, dengan sangat jelas anda terlihat “maksa” dan ngotot ingin jadi presiden. Terlihat ambisius itu bagus di Negara-negara dengan budaya terbuka,…but neng Indonesia ojo ngelakone perilaku ambisius seperti Pak Amin Rais tahun 1999 dab 2004,  Rais, you’ll loose definately!

Kalau saya pakai ilustrasi “takdir”, kelihatan tidak ilmiah, tidak gaya,..ha ha…jadi saya pakai teori Black Swan. Intinya kalau memang jadi, jadilah. Jangan terlihat ngoyo. Kata orang jadi presiden atau pemimpin harus punya sosial kill tinggi, kemampuan komunikasi mumpuni dan berkribadian ekstraversi (aktif mencuat keluar, suka bicara, ekspresif dll). Tapi tidak juga ah…kalau kita abaca sejarah Pak Harto orangya introvert, pendiam, tidak pandai pidato di jamannya dan kaku. Pak Rosihan Anwar tahun 1940-an pernah satu mobil kecil mendampingi Pak Harto dengan perjalanan dari Jakarta ke kota di Jawa tengah,…sangat jarang Pak harto bicara,..silent dan diam to!... . Tahun 1965 masih banyak perwira yang lebih legendaris atau bahkan pangkatnya sama atau lebih tinggi dari Pak Harto seperti Pak Nasution, Pak Ibrahim Adjie dan lain-lain….Nyatanya Pak harto jadi presiden.

Begitu pula Pak SBY, siapa sangka tahun 2004 jadi presiden. Tidak brilian di TNI, tidak pernah jadi pangdam (sebentar saja di Bukit Barisan), naik bintang banyak jaman Gusdur dan Megawati,…pernah jadi Fraksi ABRI di DPR, tapi tidak menonjol seperti Syarwan hamid dan Hari Sabarno. Pak SBY tenang, sopan, tidak menonjol-nonjolkan diri seperti pak Amin Rais, punya suara 7%,……memperlihatkan perilaku “melas” disentil Taufik Kiemas, suka nyanyi “melo”, lagu sedih ….lengkap sudah jadi pangeran ganteng yang waktu itu terlihat dikeroyok. Pokoknya banyaklah kisah inferior menang lawan superior, termasuk kisah  Pak Jokowi mengalahkan Pak Fauzi Bowo.

Pak Prabowo seringlah tersenyum dan terlhatlah ceria, jangan kelihatan garang tapi capek keringatan, sering kali baju anda terlihat basah karena keringat. Kalau kita survey pemilih wanita (50%  lo…) sangat tidak suka dengan penampilan sesorang dengan baju basah karena keringat…jangan tunjukan superioritas karakter militer anda pertontonkan, karena semua tahu anda pejuang dan salah satu pahlawan di perang timor….. Cobalah membuat kesan menjadi orang kebanyakan,….SENYUM SANTAI  SEGAR….(SSS).

Pak Jokow memilki karakter sempurna untuk dipilih orang kebanyakan, yang harus ditunjukan adalah bahwa  pak Jokowi bukanlah “petugas” sesorang yang harus begini-begitu, tetapi Pak Jokowi adalah petugas rakyat. Pak Jokowi  sudah kuat dalam kesan melindungi rakyat kecil, minoritas dan plural. Tetapi terus dibombardir dengan kampanye hitam bahwa pak Jokowi menjauhi Islam, padahal tidak. Labat laun ini akan jadi boomerang. Hancurkanlah kesan negatif ini. Dekati dan fahami tidak hanya kalangan Islam tradisional, tetapi islam perkotaan atau apa pun namanya. Seberbeda apapun Pak Jokowi bersebrangan dengan kalangan Islam tertentu, faktanya mereka ada, banyak, berani, kuat dan beberapa menjadi “mainstream” di masjid-masjid utama dalam sentra sosial masyarakat Indonesia. Silaturahmi dan diskusi menjadi media saling memahami. Sehingga mereka tahu bahwa anda tidak seperti yang mereka tuduhkan.  Orang Indonesia menyukai “kemasan”, ketika banyak foto pak Jokowi beredar  bertopi haji, berbaju putih dan berdoa….anda menjadi kebanyakan orang Indonesia yang sempurna.

Selamat berjuang Pak Jokowi dan Pak Prabowo!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun