Mohon tunggu...
Ozka Fajrin
Ozka Fajrin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Saya seorang mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia yang mencoba untuk menulis suatu hal yang saya temukan dan saya teliti dari kehidupan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Charity Toxic di Indonesia

10 Oktober 2023   08:34 Diperbarui: 10 Oktober 2023   08:52 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"When we provide an assistance to those who actually have a capability to fulfill their own needs, we actually weaken them, turn off their motivation to work, and even destroy them in the best way".

Itulah kalimat yang dikemukakan oleh Robert Lupton dalam melihat kondisi saat ini dimana banyak pasyarakat yang bergantung pada dana bantuan yang diberikan oleh masyarakat lain. Hal ini dimulai dari usaha untuk mengentaskan permasalahan yang ada di masyarakat di setiap negara, yaitu kemiskinan. Menurut Lupton, banyak lembaga yang mencoba untuk mengentaskan permasalahan kemiskinan dengan memberikan bantuan secara langsung kepada masyarakat dimana hal ini menurut Lupton tidak efektif. Hal ini dikarenakan untuk menyelesaikan suatu masalah kemiskinan, bantuan yang seharusnya diberikan adalah bantuan yang sifatnya berkesinambungan dan juga bantuan yang sifatnya pemberdayaan.

Hal ini dikarenakan dengan adanya bantuan yang sifatnya berkelanjutan yang kemudian didukung dengan pemberdayaan akan meningkatkan nilai dan juga kapabilitas dari masyarakat itu sendiri dalam bekerja dan juga pada akhirnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurutnya, ketika kita memberikan bantuan secara langsung tanpa adanya pemberdayaan seperti banyak yang dilakukan saat ini, maka sebenarnya kita tidak benar-benar menyelesaikan kemiskinan tersebut, bahkan menciptakan sifat, perilaku, dan mental yang baru, yaitu ketergantungan pada dana bantuan tersebut dan inilah yang disebut dengan Charity Toxic.

Charity Toxic adalah suatu istilah yang diperkenalkan oleh Robert Lupton dalam bukunya, yaitu "Toxic Charity". Dalam bukunya, Lupton menjelaskan bahwa tidak semua kebaikan menghasilkan kebaikan, namun ada suatu dampak lain yang ditimbulkan dari kebaikan tersebut, dalam konteks ini yaitu bantuan. 

Dampak lain yang ditimbulkan tersebut adalah munculnya sikap ketergantungan pada masyarakat yang menerima dana bantuan tersebut. Lupton menjelaskan bahwa ketika kita memberikan suatu bantuan kepada mereka, pada awalnya mereka akan mengapresisasi bantuan yang kita berikan. Kemudian, ketika kita memberikan bantuan tersebut untuk kedua kalinya, mereka akan mengantisipasi bantuan tersebut dengan berfikir bahwa apakah mereka akan diberikan bantuan kembali atau tidak. Untuk ketiga kalinya, mereka akan memiliki suatu ekspetasi untuk diberi bantuan kembali dan akan merasa berhak atas bantuan tersebut. Karena mereka telah merasa berhak, mereka pada akhirnya bergantung dari dana bantuan tersebut, sehingga ketika mereka tidak diberikan bantuan lagi, tidak jarang banyak dari mereka yang merasakan kesal.  

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa zakat adalah salah satu instrumen yang dapat kita gunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan kemiskinan, khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Hal ini mengartikan bahwa potensi penyaluran zakat di Indonesia dapat dilakukan secara masif. Dengan kata lain, potensi penyaluran zakat di Indonesia yang sangat besar mampu untuk membantu kondisi para mustahik zakat untuk memperbaiki dan juga memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan data yang didapatkan dari Baznas Jawa Barat, terdapat 95,8 ribu jumlah mustahik yang ada di Jawa Barat dan jumlah penyaluran zakat yaitu sebesar Rp69,1 Milyar pada tahun 2023. Dengan data ini, potensi zakat di Indonesia, khususnya di Jawa Barat sangat besar dan dapat membantu kehidupan para mustahik.

Permasalahannya adalah bahwa dalam penyaluran dana zakat tersebut menghadapi berbagai macam persoalan dan kendala sehingga dengan berbagai persoalan ini memunculkan permasalahan baru, yaitu charity toxic. Charity toxic disini diwujudkan dengan perilaku dan juga sikap para oknum mustahik yang mencoba untuk memanfaatkan dana zakat di luar tujuan awalnya, bahkan mereka mencoba untuk memanipulasi proses pendistribusian dana zakat tersebut hanya untuk mendapatkan dana zakat tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa terdapat 8 asnaf yang berhak menerima zakat, salah satunya adalah ibnu sabil.

Fenomena charity toxic ini banyak dilakukan oleh oknum masyarakat yang mengaku sebagai ibnu sabil dengan suatu cerita yang mereka buat sendiri dengan tujuan untuk mendapatkan uang dari cerita tersebut. Mereka melakukan ini ke banyak lembaga amil zakat yang ada, sehingga mereka dapat mendapatkan uang yang mereka harapkan. Selain itu, perilaku oknum mustahik ini juga banyak menyalahgunakan dana zakat produktif untuk suatu hal yang tidak baik. Diketahui, faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah pengetahuan mereka akan zakat yang kurang, lingkungan yang mendukung mereka, dan juga budaya mengemis ataupun mental meminta yang sudah lama mereka lakukan.

Dengan banyaknya kejadian ini, Baznas memiliki suatu sistem yang terintegrasi, yaitu SIMBA dimana dengan sistem ini Baznas dapat melakukan suatu monitoring pada para mustahik yang telah menerima dana zakat, sehingga para mustahik yang mencoba untuk mengajukan permohonan, khususnya para ibnu sabil diminta identitasnya dan dimasukkan kedalam sistem ini. Dengan sistem ini, ketika oknum ibnu sabil tersebut mencoba untuk meminta ke lembaga amil zakat lain, mereka sudah dapat mengetahui yang sudah diberi bantuan dan yang belum diberi bantuan.

@charitytoxicity2023 [PENGENALAN PROGRAM] Zakat yang tujuannya buat memberantas kemiskinan, tapi kok sebagian kalangan jadi ketergantungan...😓 Itu sih namanya charity toxic! Charity Toxic?? Emang ada ya istilah kayak gitu?🤔 Yuk simak videonya sampai akhir! #pkm #pkm2023 #pkmrsh #pkmpendanaan2023 #upi #universitaspendidikanindonesia #zakat #fyp ♬ suara asli - charitytoxicity
@charitytoxicity2023 [ KONTEN 2 ] Setelah mengetahui dan menelusuri fenomena Charity Toxic, tenyata banyak kasus penyalahgunaan dana zakat oleh pihak-pihak yang menerimanya. Kita perlu bersama-sama mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan dana zakat dengan transparan dan aman. Mari berkontribusi untuk memastikan bantuan yang tepat sasaran dan membantu mereka yang membutuhkan dengan sungguh-sungguh. 🙏🤲 Yuk simak videonya sampai akhir!🌬️ #pkm #pkm2023 #pkmrsh #pkmpendanaan2023 #upi #universitaspendidikanindonesia #zakat #fyp #fypシ ♬ suara asli - charitytoxicity
@charitytoxicity2023♬ suara asli - charitytoxicity

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun