Mohon tunggu...
Oxfas Wibawa
Oxfas Wibawa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Dokter di Papua Tengah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengurai Tantangan Akses Obat Esensial di Papua : Solusi dan Harapan

2 Januari 2025   15:15 Diperbarui: 2 Januari 2025   15:00 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketersediaan obat esensial di Papua mencerminkan tantangan besar yang dihadapi sistem kesehatan Indonesia dalam menyediakan layanan yang merata di seluruh wilayahnya. Papua, dengan kondisi geografisnya yang terdiri dari pegunungan tinggi, lembah curam, dan wilayah terpencil yang sulit dijangkau, menjadi salah satu daerah dengan akses kesehatan paling terbatas. Distribusi obat-obatan esensial sering kali terkendala oleh kurangnya infrastruktur transportasi, biaya logistik yang tinggi, dan minimnya tenaga kesehatan yang tersedia. Meskipun obat-obatan ini diatur melalui Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), pelaksanaannya di Papua jauh dari optimal.

Sebagai contoh, laporan Kementerian Kesehatan pada tahun 2023 menunjukkan bahwa banyak puskesmas di Papua harus menunggu hingga satu bulan untuk menerima pasokan obat akibat kendala transportasi. Beberapa wilayah bahkan hanya dapat dijangkau melalui pesawat kecil atau jalan setapak, yang meningkatkan risiko keterlambatan pengiriman. Selain itu, minimnya fasilitas penyimpanan yang memenuhi standar menyebabkan banyak obat rusak atau kadaluarsa sebelum sampai ke tangan pasien. Hal ini berdampak langsung pada kualitas layanan kesehatan, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman seperti Pegunungan Tengah Papua.

Dalam konteks hukum, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 87 Tahun 2014 tentang DOEN telah memberikan dasar yang kuat untuk menjamin ketersediaan obat esensial di Papua. Namun, implementasi di lapangan menghadapi berbagai hambatan. Koordinasi yang lemah antara pemerintah pusat dan daerah sering kali mengakibatkan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran. Sebagai hasilnya, banyak fasilitas kesehatan di Papua tidak memiliki akses ke jenis obat yang memadai, termasuk antibiotik penting dan obat-obatan untuk penyakit kronis seperti diabetes.

Papua membutuhkan pendekatan khusus untuk mengatasi tantangan ini. Salah satu solusi potensial adalah adopsi teknologi modern, seperti penggunaan drone untuk mengirimkan obat-obatan ke wilayah terpencil. Rwanda telah berhasil menggunakan teknologi ini untuk meningkatkan akses obat di daerah-daerah sulit dijangkau, dan Indonesia, khususnya Papua, dapat mengadaptasi model serupa. Namun, penerapan teknologi ini membutuhkan investasi yang signifikan dalam infrastruktur dan pelatihan tenaga logistik. Selain itu, perlu ada revisi kebijakan yang memungkinkan penggunaan teknologi modern dalam sistem distribusi obat.

Selain teknologi, pemerintah harus meningkatkan anggaran kesehatan khusus untuk Papua. Langkah ini perlu disertai dengan program pelatihan untuk tenaga kesehatan dan logistik, agar mereka mampu mengelola distribusi obat dengan lebih baik. Kolaborasi lintas sektor juga penting, terutama dengan organisasi internasional atau swasta yang memiliki pengalaman dalam distribusi di wilayah terpencil.

Tantangan ketersediaan obat esensial di Papua mencerminkan masalah struktural dalam sistem kesehatan Indonesia secara keseluruhan. Dengan pendekatan yang holistik dan terfokus, pemerintah dapat memastikan bahwa masyarakat Papua, seperti halnya masyarakat di wilayah lain, memiliki akses yang adil terhadap layanan kesehatan berkualitas. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua, tetapi juga memperkuat komitmen Indonesia terhadap keadilan sosial dan kesehatan universal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun