Keponakan adalah bagian keluarga utama yang hampir setara dengan posisi anak kandung bagi mereka yang telah memiliki anak. Banyak orang yang justru sangat menyayangi ponakan mereka. Bahkan memperlakukan ponakan mereka sama dengan merawat anak kandungnya.
Di berbagai keluarga, anak kandung dan keponakan dianggap sama saja. Tak ada bedanya. Walaupun mereka sebenarnya berbeda dalam banyak hal, tetapi karena pola asuh dari orang tua yang telah turun-temurun memperlakukan anak dan ponakan itu sama, maka ponakan tetap dipandang sebagai buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya. Terlebih jika kakek, nenek dan buyut mereka memperkuat pandangan bahwa ponakan-ponakan mewarisi karakter mereka.
Lalu, bagaimana jika misalnya ada lima ponakan dan ada satu anak yang justru karakternya berbeda dengan saudaranya? Seperti yang terjadi pada salah satu ponakan saya.Â
Ceritanya begini. Orang tua saya telah memiliki sepuluh cucu. Dua di antaranya adalah anak saya. Dengan demikian terdapat delapan ponakan saya.Â
Dari kedelapan ponakan tersebut, ada dua ponakan yang memiliki karakter dan perilaku yang kontras dengan yang lainnya. Ponakan tertua yang merupakan putra tunggal dari kakak sulung saya memiliki keunikannya tersendiri. Perangainya menandakan bahwa ia adalah salah satu keponakan agak lain dalam lingkungan keluarga.
Keunikan pertama, pada usia 4-7 tahun, ia sering mendorong orang lain saat berjalan. Beberapa kali orang dewasa di sekitarnya pernah menjadi korban "prank" ia dorong ke selokan atau sawah. Termasuk almarhum kakeknya telah berkali-kali ia dorong dan terjatuh ke sawah. Sang kakek pun dibuatnya jengkel.Â
Keunikan kedua, ia tidak mau menginjak bangku sekolah. Minatnya bersekolah tak ada sama sekali. Ia lebih mencintai mengikuti aktifitas ayahnya yakni pergi ke ladang atau menghabiskan waktu di bengkel mereparasi aneka ragam mesin dan peralatan.Â
Jika dikategorikan keras kepala, barangkali masuk juga. Ia jarang mau mematuhi nasehat orang lain. Ia justru takut sama bapaknya.Â
Lalu, ponakan kedua yang juga adalah cucu kedua orang tua, karakternya justru sebaliknya. Gadis kecil ini lebih melankolis. Lebih banyak diam. Ia sering menangis saat ditanyai orang lain. Termasuk jika saya sendiri yang mengajaknya bercakap-cakap. Tetapi, secara kognitif ia lebih unggul. Ia pun sangat suka ke sekolah dan berkali-kali menempati rangking kelas.Â
Dari kedua ponakan ini, saya menyimpulkan bahwa ponakan itu adalah buah yang jatuh jauh dari pohonnya. Karakter mereka tak selamanya sama satu sama lain.