Sharenting dalam arti sederhana adalah kegiatan melakukan rilis, postingan dan berbagi foto kegiatan anak di media sosial. Dalam dunia digitalisasi yang terus meningkat kemutakhirannya setiap hari, animo sharenting semakin meningkat pula. Kehadiran beragam platform media sosial yang sangat ramah pengguna seperti Facebook, Instagram, Threads, WhatsApp, YouTube, TikTok dan X turut menunjung tingginya kegiatan sharenting ini. Terlebih platform besutan Meta, yakni Facebook dan Instagram telah bermigrasi dari sekedar media sosial saja menjadi fasilitas menghasilkan uang melalu kehadiran dashboard profesionalnya.Â
Begitu masifnya media sosial mempengaruhi kehidupan saat ini, sehingga seorang bayi yang baru saja lahir pun wajahnya sudah langsung menghiasi beranda Facebook dan Instagram. Tak ada kendala atau gangguan sama sekali dari kerabat dan bahkan orang tua sang bayi yang langsung membuatnya menyapa dunia maya beberapa menit setelah lahir ke dunia.
Seiring pula dengan peningkatan jumlah konten kreator di Facebook dan Instagram, maka para pembuat konten akan mengupayakan apapun demi mendapatkan predikat konten berlabel FYP dan monetisasi. Tak ketinggalan wajah anak pun menjadi bagian dari konten untuk memperluas jangkauan dan interaksi.
Mulai dari wajah pertama dengan tubuh terbungkus lampin, tangisan pertama, senyum pertama dan apapun yang bisa menghasilkan interaksi langsung hadir di beranda konten kreator. Kebebasan yang sangat sosialis dalam pemanfaatan media sosial di Indonesia semakin membuat sharenting itu seolah tanpa batasan.Â
Hanya saja, di balik postingan di media sosial sebagai konten untuk monetisasi demi pundi dollar dan rupiah, terselubung bahaya sharenting. Dunia perkontenan tak pernah luput dari intaian kejahatan siber.Â
Wajah lugu anak-anak bisa saja tereksploitasi. Baik upaya pemerasan maupun penipuan online. Teknologi AI pun berpotensi memanipulasi wajah anak-anak.
Perlu diingat pula, bahwa tidak semua anak senang dengan postingan wajah, postur dan tingkah laku mereka di media sosial. Banyak anak yang justru malu ketika melihat wajah mereka di medsos. Bukan tidak mungkin, ada anak yang justru berubah perangai dan kondisi psikologisnya karena postingan orang tua atau kerabat di medsos.
Sehingga sangat diperlukan langkah-langkah bijak untuk melindungi privasi anak, keluarga dan privasi orang lain di media sosial. Orang tua perlu menjaga kealamiahan wajah bayinya saat lahir dari serbuan jepretan kamera smartphone. Di lain kesempetan, oran tua wajib menghargai dan menjaga privasi anak. Tak ada salahnya berdiskusi dengan anak sebelum merilis wajah mereka di medsos.Â
Terkait dengan bahaya sharenting, saya belajar banyak pada pengalaman di Korea Selatan. Di Negeri Ginseng, sangat tidak disarankan membuat postingan di media sosial yang terkait dengan privasi pribadi, termasuk postingan foto wajah seseorang.