Menjelang 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, berbagai kondisi dan situasi menggambarkan rasa nano-nano dampak dari kebijakan pemerintahan yang telah berjalan. Ada terobosan yang mungkin baru, tapi meninggalkan tanda tanya. Ada program prioritas, tetapi ada riak-riak yang mengikutinya di tengah masyarakat.
Alasan saya mengatakan ada rasa nano-nano; manis, asam, dan asin karena menurut saya harus diakui bahwa berbagai kontroversi telah mewarnai tiga bulan pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Dimulai dari bidang HAM, di mana menteri HAM beberapa kali mengeluarkan pernyataan kontroversial. Selanjutnya ada menteri yang menggunakan lambang negara untuk kepentingan pribadi.
Secara umum, ada beberapa nama menteri yang kurang aktif atau pasif bertindak. Kondisi ini berdampak pada lambannya pergerakan di beberapa bidang. Sorotan terbanyak adanya terobosan justru ada pada presiden Prabowo sendiri.Â
Khusus di bidang pendidikan, program unggulan presiden Prabowo, yakni Makan Bergizi Gratis memang telah dimulai. Hanya saja dampaknya belum signifikan. Beragam polemik masih muncul. Diantaranya, rekanan catering, dapur umum yang dikelola oleh anggota TNI, makanan yang tidak sesuai selera siswa, wadah makan yang berupa kotak nasi hingga adanya siswa yang keracunan. Evaluasi mendalam tentunya segera dilaksanakan demi suksesnya program ini.
Pada peringatan Hari Guru Nasional tahun 2024, presiden Prabowo dalam sambutannya menjanjikan kenaikan tunjangan guru satu kali gaji pokok untuk guru PNS/ASN. Tapi, faktanya, informasi ini mengalami perubahan bahasa saja. Sama saja dengan Tunjangan Profesi Guru yang telah ada selama ini. Kenaikan gaji hanya pada guru non PNS yang dinaikkan tunjangan profesinya dari angka 1,5 juta menjadi 2 juta rupiah.Â
Masih dalam bidang pendidikan, secara khusus untuk kurikulum dan administrasi guru. Kurikulum Merdeka masih menjadi tanda tanya apakah dilanjutkan atau diganti. Sempat berhembus isu diganti dengan deep learning.Â
Namun, deep learning bukanlah kurikulum. Itu adalah satu strategi pembelajaran. Setelahnya, Mendikdasmen mengeluarkan kebijakan baru, yakni tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat. Lagi-lagi ini bukanlah hal baru. Sudah berjalan dengan normal di sekolah.Â
Pengecualian gemar berolahraga. Seyogyanya, senam yang dianjurkan untuk siswa bukanlah hal yang diwajibkan dan diseragamkan. Menurut hemat saya, gemar berolahraga ini jauh lebih efektif jika memulai budaya jalan kaki. Ya, meniru program yang dijalankan di Korea Selatan. Siswa dan guru diajak untuk banyak bergerak setiap hari. Salah satunya jalan kaki.
Mendikdasmen telah menjanjikan bahwa guru tidak akan lagi diberatkan dengan administrasi. Tetapi, melihat sosialisasi kebijakan baru, sebenarnya sama saja. Hanya tempatnya yang berubah, yaitu tidak unggah dokumen di PMM, digantikan dengan dokumen fisik yang diverifikasi  oleh kepala sekolah. Selain itu, khusus kepala sekolah, lebih rumit lagi pada kebijakan baru tersebut.Â
Upaya mendukung intervensi pada pemanasan global dan perubahan iklim juga tidak menjadi fokus perhatian Prabowo-Gibran. Jujur, saya merindukan lahirnya kebijakan sustainable yang terkait dengan pengolahan sampah dan kelestarian alam. Sampah tidak lagi ditumpuk di TPA. Baiknya membangun pabrik pengolahan dan daur ulang sampah di setiap daerah.