Kabupaten Tana Toraja dengan suku Torajanya memiliki kekayaan budaya yang tak lekang oleh perkembangan zaman. Di balik gencarnya pertumbuhan dunia teknologi informasi, digital dan kehidupan modern, warga Toraja masih kokoh menjaga tradisi dan kearifan lokalnya.
Inilah kebanggaan saya sebagai warga Toraja. Setiap kampung, desa atau lembang memiliki keunikan dari setiap tradisinya.Â
Kali ini saya mendapatkan pengalaman unik dari satu kegiatan warga di Lembang Makkodo, Kecamatan Simbuang. Desa pertama yang ditemui ketika masuk Kecamatan Simbuang jika mengambil rute dari ibu kota Kabupaten Tana Toraja ini masih melestarikan satu tradisi pertanian mereka.Â
Mangkaro Kalo'Â adalah tradisi turun-temurun yang dilestarikan oleh warga Lembang Makkodo. Ini adalah sebuah kegiatan yang rutin dilakukan sebelum memasuki masa pengolahan sawah.Â
Meskipun topografi wilayah Lembang Makkodo 85% berupa pegunungan dengan tebing terjal dan penuh hutan pinus, tetapi di beberapa dusun tetap tersedia lahan sawah tradisional. Sawah di sana merupakan sawah tadah hujan dalam model terasering. Rata-rata panen hanya sekali setahun. Maksimal hanya dua kali. Tergantung curah hujan.
Mangkaro berarti membersihkan atau mengangkat segala jenis sampah, lumpur, tanah, bebatuan, dll dari lubang, parit, selokan, aliran air atau sungai. Sementara kalo' artinya parit atau selokan. Jadi, mangkaro kalo'Â dapat diterjemahkan secara sederhana sebagai kegiatan membersihkan parit.Â
Tujuan dari pelaksanaan mangkaro kalo' adalah untuk memastikan aliran air yang menuju ke sawah dalam kondisi baik. Aliran air berupa selokan sepadan dengan aliran irigasi di persawahan dataran rendah.
Kegiatan mangkaro kalo' dilakukan secara serentak oleh warga Makkodo, dipimpin langsung oleh kepala desa atau kepala lembang.Â