Perkawinan pada dasarnya adalah mewujudkan kehidupan berumah tangga antara seorang laki-laki dan perempuan. Dengan perkawinan, maka kemungkinan berlanjutnya generasi seseorang akan terjadi.Â
Walaupun tak selamanya semua perkawinan dikaruniai keturunan, tetapi niat untuk membina rumah tangga tetap dilangsungkan oleh banyak pasangan. Mereka memiliki alasan bahwa perkawinan atau berumah tangga adalah salah satu media untuk mendapatkan kasih sayang, memiliki teman bercerita, dll.
Namun, fakta saat ini menunjukkan bahwa jumlah angka perkawinan turun. Apa yang terjadi dengan usia produktif memasuki perkawinan? Apakah sudah tidak ada kerinduan generasi muda mempersiapkan kelanjutan generasi mereka.
Berikut ini saya menguraikan beberapa alasan di balik menurunnya angka perkawinan yang turun.
Pertama, perkembangan teknologi informasi dan digital yang pesat membuat arus informasi menyebar dalam waktu singkat. Termasuk dalam hal ini informasi seputar dunia perkawinan. Bagaimana pun juga, makin banyaknya berita tentang kegagalan berumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga, dan beragam tindakan kriminal dan asusila lainnya, turut mempengaruhi animo generasi muda untuk berumah tangga.Â
Ada kecenderungan mereka enggan dan takut memasuki perkawinan karena terpengaruh informasi. Apalagi perkawinan seputar dunia pesohor, tentu sangat mengkhawatirkan.
Kekecewaan akan banyaknya korban perceraian dan kegagalan rumah tangga ikut berpengaruh pada menurunnya minat menjalani perkawinan.
Kedua, budget atau biaya untuk acara perkawinan saat ini semakin mahal. Mau perkawinan secara adat atau modern, saat ini sama-sama membutuhkan banyak biaya.
Pakaian seragam keluarga, panitia, makanan, MC, sewa gedung, sewa even organizer, dll semuanya butuh biaya. Dari acara lamaran saja, sudah mengeluarkan kocek ratusan hingga miliar rupiah. Pengaruh dunia modern dan kehidupan selebriti sepertinya mulai menjadi kiblat acara lamaran di Indonesia.
Bagi sejumlah orang tabir, acara lamaran dan resepsi perkawinan bernilai miliaran  dan menghadirkan artis papan atas adalah hal biasa. Tetapi, konsep ini menjadi batu sandungan bagi keluarga menengah ke bawah.