Dilihat dari jenisnya, kebun jeruk di Seogwipo terbagi menjadi tiga, yakni kebun tradisional yang ada di sekitar pekarangan rumah, kebun jeruk dengan pembatas jaring dan kebun jeruk model greenhouse. Model ketiga inilah yang mendominasi hasil produksi jeruk terbaik dari Pulau Jeju.
Sebenarnya, ketiga model lahan jeruk ini hasilnya mirip. Sama-sama bebas hama dan cairan kimiawi.Â
Perpaduan hijaunya kebun jeruk di Seogwipo dengan jutaan phon pinus dan tanaman endemik Pulau Jeju lainnya menambah rindang daerah yang tak pernah sepi dari tiupan angin sejuk.
Hmmm.... tulisan besar yang menyambut saya di perbatasan Jeju-Seogwipo benar adanya. Hijau dan sejuknya lingkungan seantero Seogwipo selaras dengan slogan, "Seogwipo: When Humans and Nature are One."
Warga Seogwipo memang konsisten peduli terhadap lingkungan sekitarnya.
Sepanjang perjalanan saya, jalan penghubung Kota Jeju dan Seogwipo lebar dan beraspal mulus serta bersih. Kondisi berbeda dengan Kota Jeju adalah jalanan di Seogwipo cenderung lengang tak seramai Kota Jeju. Meskipun agak lengang di hari libur, namun semua pengendara dan pejalan kaki tetap patuh pada lampu merah dan crosswalk.
Sekitar 1,5 jam perjalanan dari Kota Jeju, saya turun di terminal bus yang tepat bersebelahan dengan Jeju World Cup Stadium. Terminal bus ini sangat bersih dan nyaman. Toiletnya tak mengeluarkan bau pesing sama sekali, justru wangi.
Tujuan pertama saya di Seogwipo tentu saja salah satu saksi sejarah perhelatan Piala Dunia sepakbola tahun 2002 yang lalu, Jeju World Cup Stadium. Saya menghabiskan waktu lebih satu jam di kompleks stadion yang nyaman dan berteknologi tinggi itu.
Secara umum, suasana kota Seogwipo tenang dan minim lalu-lalang kendaraan. Bahkan dalam tempo 5 menit, jalanan masih sepi dari kendaraan. Bus-bus angkutan kota dan bus VIP Limousine yang mengangkut rombongan wisatawan grup Jeju City Tour paling mendominasi. Sisanya sejumlah taksi dan kendaraan pribadi.