Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Putusan Baru MK Buka Jalan Oposisi PDIP Melawan KIM Plus di Pilkada DKI Jakarta

21 Agustus 2024   06:11 Diperbarui: 21 Agustus 2024   12:54 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hakim MK saat memutuskan aturan ambang batas terbaru pilkada. Sumber: Diolah dari @Melihat_Indo

Selanjutnya, di dalam putusan MK tersebut juga Undang-Undang Pilkada Pasal 30 ayat 3 inskonstitusional. Amar putusan MK terbaru mengubah isi Pasal 40 ayat 1 UU Pilkada. Pada huruf c dinyatakan bahwa provinsi dengan penduduk yang memiliki jumlah DPT 6 juta hingga 12 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen untuk dapat mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur.

Keputusan MK ini pada akhirnya membuka peluang partai berlambang kepala  banteng pimpinan Megawati Soekarno Putri untuk mengusung calon sendiri. Adapun DKI Jakarta memiliki 8,2 juta DPT dan masuk dalam kategori putusan  pasal 40 huruf c. Berdasarkan hasil pileg 2024, PDIP meraih 14,01 persen suara. Artinya, bisa mengusung calon tanpa koalisi.

Melihat fakta terkini, PDIP akan memulai perpolitikan 2024 sebagai oposisi di pilkada DKI Jakarta. Bagaimanapun juga, ketika PDIP pada akhirnya bisa berjodoh dengan Anies Baswedan, tentunya dua kekuatan ini bisa menjadi penantang kuat melawan pasangan KIM Plus, Ridwan Kamil-Suswono, tanpa mengesampingkan potensi kejutan dari paslon independen Dharma-Wardana.

Pilihan warga yang dinamis tidak bisa membuat Ridwan Kamil-Suswono menang mutlak. Koalisi super gemuk KIM Plus bisa saja menjadi bumerang ketika warga DKI makin dewasa tentang perpolitikan. 

Di sisi lain, posisi tawar PDIP sebagai partai nasionalis dan berpotensi oposisi secara nasional bisa menjadi alternatif dukungan pemilih DKI. Tambahan pula, jika digabungkan dengan loyalis Anies Baswedan selaku pemilik elektabikitas tertinggi, cukup memberikan jaminan untuk merusak hegemoni pasangan rawon.

Sejauh ini santer beredar isu bahwa jika PDIP jadi mengusung Anies Baswedan makan ia digadang-gadang berpasangan dengan politisi PDIP, Hendrar Prihadi. Ia adalah mantan walikota Semarang yang saat ini menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Peluang Anies Baswedan untuk diusung PDIP tentunya tak semudah membalik telapak tangan. Pasangan cawapres Muhaimin Iskandar pada pilpres yang lalu ini setidaknya harus menjadi kader PDIP terlebih dulu. Jika tidak, maka tidak menutup kemungkinan Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok yang akan ditunjuk Megawati untuk melawan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun. 

Bagaimanapun juga, kontroversi nama Ahok di pilkada DKI sebagai dampak aksi 212 di masa lalu masih membekas. Hanya saja, ekektabilitas Ahok ada di peringkat kedua di bawah Anies.

Sekarang, tinggal menunggu keputusan penyesuaian dari KPUD selaku penyelenggara pilkada. Apakah mengikuti keputusan MK yang terbaru demi mewujudkan kemerdekaan demokrasi atau tetap "bermain aman" di bawah bayang-bayang penguasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun