Kemdikbudristek telah mendorong terbentuknya Komunitas Belajar (Kombel) di setiap sekolah. Kombel memiliki beragam tujuan yang positif bagi pegembangan karir dan profesionalitas guru. Salah satu tujuan guru mampu berkolaborasi merancang perangkat ajar di sekolahnya.Â
Perangkat ajar yang wajib dimiliki oleh guru untuk menunjang proses pembelajaran dapat berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Modul Ajar.Â
Di tengah upaya memerdekakan guru membuat perangkat ajar sendiri, suatu hari, pada pelaksanaan kegiatan komunitas belajar  di sekolah, saya terhenyak oleh satu peristiwa di mana guru-guru penuh semangat mengerumuni seorang laki-laki di ruang guru. Dari penampilannya, saya bisa menyimpulkan bahwa laki-laki tersebut bukanlah seorang guru.Â
Mengapa laki-laki tersebut sangat digandrungi oleh guru-guru bahkan mengalahkan popularitas pesohor K-Pop, Lee Junho? Karena ia datang menawarkan dan menjual perangkat ajar Kurikulum Merdeka. Ya, kegiatan penyusunan perangkat ajar berupa Alur Tujuan Pembelajaran dan RPP di aula sekolah pun terganggu. Â Nampak di antara mereka yang berkerumun penuh semangat adalah Guru Penggerak dan Guru Bersertifikat Pendidik alias guru profesional.Â
Satu perangkat ajar dalam CD atau file untuk tiap tingkatan kelas dijual Rp. 100.000. Jadi, kalau satu guru mengajar tiga tingkatan, maka membayar Rp 300.000. Ya, memang murah sih. Tak seberapa. Tapi, mengingat peran sebagai guru dan pendidik, masa iya mau takluk sama penjual perangkat ajar.Â
Wajarlah barangkali guru-guru mencari perangkat ajar instan. Mereka tak mau repot lagi membuat RPP orisinil. Yang penting bisa memenuhi tuntutan sekolah terkait pemenuhan dokumen perangkat ajar untuk Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP). Padahal, semua kebutuhan perangkat ajar telah tersedia di Platform Merdeka Mengajar (PMM). Guru-guru tinggal mengunduh perangkat ajar sesuai kebutuhan mereka.
Saya pun segera teringat wajah laki-laki tersebut. Ia pernah datang beberapa waktu lalu menjual perangkat ajar Kurikulum Merdeka setelah pandemi Covid-19.Â
Cek dan ricek, ternyata isi dari perangkat ajar yang dijual tersebut sumbernya dari PMM. Selain itu, dokumennya pun banyak yang diunduh dari website-website penyedia perangkat ajar gratis. Wah, kalah kreatif guru penggerak dan profesional dari "pengusaha" perangkat ajar. Hehehe.
Sekilas mendengar celotehan guru dan dirinya, ia menyampaikan bahwa ia telah menjadi langganan guru-guru di sejumlah kabupaten. Perangkat ajar yang dijualnya bukan hanya menyasar sekolah-sekolah di kampung, melainkan masuk di sekolah-sekolah model dengan akreditasi unggul di perkotaan.
Pertanyaannya, kok bisa ya guru-guru dengan label Guru Penggerak dan Guru Profesional bersertifikat pendidik takluk kepada penjual perangkat ajar hanya demi membuat dokumen kegiatan pembelajaran secara instan?