Dari jejak yang ada di lokasi, Tebing Mandu pernah dikelola dengan baik. Terbukti dengan adanya pagar dan pos masuk di pintu depan. Ada pula toilet.Â
Puluhan anak tangga disertai besi tempat berpegang juga disiapkan buat pengunjung untuk mempermudah akses menuju ke pinggir sungai. Pepohonan banyak menutupi sekitar pintu masuk lokasi. Demikian halnya dengan sekitar pinggir sungai. Jadi untuk mendapatkan view terbaik, pengunjung disarankan turun hingga ke pinggir sungai.
Hanya saja, saat ini akses masuk lokasi tebing Mandu terlihat terbengkalai. Tak ada petugas pengelola di sana. Sampah berhamburan di mana-mana. Intinya, pengunjung mendapatkan fasilitas gratis untuk menikmati pesona tebing Mandu.
Jika dikelola dan ditata dengan lebih baik, tebing Mandu ini bisa menjadi sumber penghasilan tambahan warga setempat, selain bertani bawang dan palawija. Peluang tersebut ada karena hampir setiap hari ada pengunjung di tempat ini.Â
Terlebih di masa libur Idul Fitri, baik mudik maupun balik, warga lokal terlihat memadai lokasi, terutama dari pagi hingga siang.Â
Bagi para pendaki gunung Rante Mario, tebing Mandu ini juga akan mereka lewati. Perpaduan jejak suku Toraja dan pesona tebing yang menjelang tinggi hingga hampir seratus meter bisa membuat takjub penikmat wisata alam.
Tebing Mandu sangat cocok sebagai tempat berfoto. Latar belakang sungai dengan jeram alam dan tebing yang menjulang tinggi memberikan pesona tersendiri. Bahkan ketika berdiri di pinggir sungai dengan pasir mirip di pantai, adrenalin sedikit terusik oleh suasana dan gemuruh air.Â
Pengunjung pun bisa berjalan di atas bebatuan dan mengambil posisi foto terbaik dengan latar tebing dan puluhan peti jenazah tua.Â
Pengunjung yang ingin bersantai agak lama, bisa memancing di depan tebing. Tapi wajib hati-hati.
Jika musim kemarau, pengunjung bisa menyeberangi sungai dan memanjat kuburan tua tersebut. Semoga ke depan, tebing Mandu kembali ditata sehingga bisa menjadi objek wisata alam untuk edukasi dan pelestarian jejak budaya.Â