Gotong-royong masih menjadi salah satu kekuatan budaya dalam kehidupan masyarakat Toraja. Kebiasaan saling mendukung dan menopang dalam mengangkat sebuah pekerjaan masih terpelihara hingga saat ini.
Kemajuan teknologi dan modernisasi memang sudah terintegrasi dalam siklus hidup masyarakat Toraja, akan tetapi kekuatan gotong-royong (siangkaran, situnduan) masih lestari.Â
Salah satu wujud gotong-royong ini adalah kegiatan "siarak." Istilh ini bisa diartikan sebagai bersama-sama. Dalam istilah kurikulum merdeka sepadan dengan kata kolaborasi.Â
"Siarak" erat kaitannya dengan implementasi appreciative inquiry (AI). "Siarak" memiliki filosofi bahwa kekuatan besar itu ada dalam kebersama-samaan. Sebuah keberhasilan hanya bisa terjadi jika dikerjakan bersama-sama. Sehingga ketika AI mulai diperkenalkan di era Kurikulum Merdeka, sebenarnya orang Toraja sudah mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. "Siarak" adalah simbol AI bagi orang Toraja. Ini adalah penghargaan atas kekuatan yang lahir dari kerja sama.Â
"Siarak" dilaksanakan pada prosesi pembuatan pondok (lantang) untuk upacara/acara "rambu solo' (kematian). Warga sekampung akan datang bersama-sama untuk mendukung rumpun keluarga yang sedang berduka. Mereka akan memberikan tenaganya sehari penuh untuk membantu pembuatan puluhan hingga ratusan petak pondok.Â
"Siarak" diadakan ketika semua bahan baku untuk pembuatan pondok telah siap di sekitar rumah duka. Ratusan batang bambu, kayu, atap, dll akan dipadukan oleh warga menjadi bangunan pondok dibawah komando seorang ketua panitia dan koordinator pemondokan.Â
Tradisi "siarak" ditandai dengan aktifitas membunyikan lesung kayu oleh para ibu-ibu. Lantunan dan kecepatan bunyi lesung memiliki aturannya sendiri. Termasuk cara dan posisi dari setiap perempuan yang bertugas membunyikan lesung juga bervariasi.
Bunyi lesung ini seperti kode dan instrumen penyemangat bagi semua warga yang bekerja. Lesung ini akan ada dan dibunyikan secara berkala selama proses persiapan hingga pada prosesi puncak rambu solo'.
Prosesi "siarak" juga ditandai dengan pengurbanan hewan. Pada artikel ini, dikurbankan seekor kerbau dan tiga ekor babi. Daging dari semua kurban ini akan dikonsumsi oleh warga yang datang dalam "kasiarakan."