Oposisi dalam pemerintahan adalah sebuah pilihan partai politik dengan tujuan menjadi pengontrol dan penyeimbang berjalannya kehidupan demokrasi sebuah negara. Menjadi Oposisi bukan berarti tidak terlibat dalam pemerintahan itu sendiri. Oposisi penting sebagai pemberi sinyal lampu hijau, kuning dan merah atas kebijakan pemerintah.
Memasuki tahun politik 2024 yang mana telah mengindikasikan bahwa pasangan capres cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pasien yang banyak dipilih oleh rakyat Indonesia pada Pemilu serentak 14 Februari yang lalu. Hal ini berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survei dan real count KPU.
Tanpa membicarakan hasil Pilpres, hal menarik adalah partai manakah yang akan menjadi oposisi pada pemerintahan mendatang? Seperti yang diketahui bahwa peran oposisi pada periode pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang sedang berjalan saat tidak memiliki oposisi. Hal ini dikarenakan lawan Jokowi sebelumnya, yakni Prabowo Subianto dan Sandiaga Uni, keduanya ditarik sebagai menteri pemerintahan Jokowi. Alhasil, peran Partai Gerindra untuk melakukan check and balance dalam pemerintahan pun tidak ada.
Nah, melihat hasil Pilpres 2024, PDIP kemungkinan besar akan menjadi oposisi pemerintah. Selain karena Ganjar-Mahfud kalah dalam Pilpres, ada kondisi di mana partai berlambang kepala banteng  ini sangat kuat untuk menjadi oposisi. Berdasarkan real count KPU, PDIP sementara menduduki posisi teratas lolos ke parlemen. Dengan kondisi demikian, PDIP akan menjadi parpol pemegang kursi terbanyak di DPR dan kemungkinan besar akan memegang jabatan ketua DPR selama tidak ada perubahan peraturan terkait ketua DPR.
Pada sisi lain, pasangan Prabowo-Gibran didukung oleh presiden Jokowi. Sehingga, PDIP yang sejak awal masa kampanye merasa dikhianati oleh Jokowi tentu akan memilih untuk keluar dari koalisi pemerintah meskipun peluang untuk bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka lebar.
Kalah telak pada pilpres 2024 tentunya menjadi pelajaran berharga bagi parpol milik Megawati Soekarno Putri. Menjadi oposisi akan menjadi peluang baik bagi PDIP untuk menyiapkan kader pada pilpres 2029 mendatang. Apalagi PDIP pernah sepuluh tahun sukses menjadi oposisi di masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan berhasil menyiapkan kadernya saat itu secara bertahap, yakni Joko Widodo.
Oposisi adalah pilihan manis buat PDIP. Ini sekaligus sebagai masa konsolidasi dan era mencari kader yang benar-benar setia pada ideologi partai. Bagaimanapun juga, jejak politik Jokowi sebagai presiden di maamsa kampanye pilpres 2024 masih terasa menyakitkan bagi PDIP. Lalu, ada pula pernyataan dari mantan gubernur Lemhanas, Andi Widjayanto, bahwa presiden Jokowi pernah berujar bahwa suara PDIP akan menurun. Dan ini terbukti benar, suara PDIP turun lebih dari 2% dibandingkan dengan periode 5 tahun yang lalu, meskipun PDIP hampir dipastikan hattrick menang Pemilu legislatif 2024.
Belum lagi, kondisi di mana dua kader PDIP membelot ke Prabowo-Gibran di masa kampanye pilpres, yakni Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait. Ditambah Effendi Simbolon yang mungkin secara tidak terang-terangan lebih mendukung paslon nomor 2 selama ini.
Jadi, sudah cukup alasan bagi PDIP untuk tampil dewasa dan bijaksana pada pemerintahan mendatang dengan menjadi oposisi. Tak menutup kemungkinan pula, oposisi akan memberikan dampak elektoral bagi PDIP pada semua kontestasi pilkada hingga pileg mendatang.
Jika parpol lain ingin bergabung sebagai oposisi, maka yang sangat memungkinkan adalah PKB dan Nasdem. Sementara PPP yang didukung oleh Sandiaga Uno kemungkinan besar bisa bergabung dengan koalisi Indonesia Maju demi mendongkrak suara partai pada pemilu 2029.