Ternak seperti ayam dan babi banyak yang terseret air. Terutama yang kandangnya ada di sekitar bantaran sungai. Sejumlah barang-barang lainnya terpantau turut terseret banjir, seperti kulkas.
Demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, pihak Polres Tana Toraja dan BNPB langsung siaga di titik terparah, yakni disekitar dusun Kampung Pisang dan Pasar Makale. Listrik dipadamkan untuk mengantisipasi korsleting. Perahu karet pun digerakkan BNPB untuk menyelamatkan warga yang terjebak banjir.
Sampai pagi ini, belum ada laporan korban jiwa. Termasuk dua mobil yang terseret arus sungai. Sempat dicurigai ada penumpang di mobil karena lampu mobil menyala saat terseret air.
Analisis Penyebab Banjir
Pertanyaannya adalah mengapa bencana banjir ini bisa terlihat parah di kota Makale yang letaknya ada di pegunungan?Â
Saya mencoba mengurai catatan kritis terkait penyebab banjir ini berdasarkan pengamatan selama kuliah pada rentang tahun 2003-2007 dan bermukim di kota Makale sejak tahun 2012.
Pertama, kesadaran warga akan kelestarian lingkungan termasuk kurang dan boleh dikatakan sangat buruk. Hal ini ditandai dengan telah menyempitnya lebar sungai Surame akibat pembangunan pemukiman warga.Â
Menurut sejumlah warga senior, sungai yang mengalir dari arah Mengkendek dan membelah kota Makale, dulunya cukup lebar, airnya jernih dan sering digunakan sebagai sumber utam kebutuhan sanitasi warga. Salah satu spot sungai yang paling menarik adalah Porrok Tedong yang ada di kilometer 1.Â
Seiring perkembangan dan hasrat pembangunan, bantaran dan bibir sungai mulai dikuasai oleh perorangan. Lebih mencengangkan lagi, sejumlah bangunan memiliki IMB. Siapa yang keliru di sini? Warga atau pemerintah?
Aturan tentang sempadan dari Pemda Tana Toraja sebenarnya ada. Tambahan pula, peraturan pemerintah tentang bantaran sungai cukup jelas, yakni 15 meter dari titik sekitar sungai itu milik pemerintah.Â
Tetapi fakta pada empat anak sungai yang mengaliri kota Makale, di sepanjang bibir sungai, kiri dan kanan sudah penuh dengan bangunan rumah dan kandang ternak. Bahkan terdapat sejumlah toko-toko besar menggunakan bibir sungai sebagai landasan.
Tantangan bagi pemimpin Tana Toraja berikutnya adalah berani menegakkan aturan sempadan sungai dengan melakukan normalisasi di sekitar aliran sungai.Â