Pasar rakyat atau pasar tradisional adalah salah satu tempat di mana seluruh lapisan masyarakat dapat melakukan aktifitasnya, baik sebagai pedagang, pemilik toko, penjual, petugas parkir, petugas keamanan dan pembeli. Keberadaan pasar rakyat tetap menjadi salah satu tulang punggung bergeraknya roda perekonomian, khususnya di daerah hingga pelosok perkampungan.Â
Salah satu kebaikan dari pasar tradisional adalah adanya tempat bagi para penjual beras lokal untuk bertransaksi. Mereka memang hanya menjual beras hasil produksi dari petani di kampung-kampung. Tak ada beras bermerek seperti beras kepala atau beras super di lapak mereka.Â
Pagi ini saya berkesempatan melihat aktifitas sejumlah penjual beras lokal di pasar tradisional terbesar di Tana Toraja, yakni pasar Makale. Meskipun saya sendiri bermukim di sekitar kota Makale, tetapi saya jarang sekali masuk ke lapak penjual beras kampung lokal ini. Berhubung beras di rumah habis, saya pun berencana mencari beras lokal di pasar.Â
Tempat lapak bagi penjual beras kampung lokal berada di tengah-tengah pasar. Lapak mereka masih menggunakan bangunan tertua pasar, yakni bangunan terbuka memanjang.Â
Di sekitar lapak penjual beras kampung lokal ini berjejer penjual sepatu dan sejumlah warung lokal penjual makanan dan minuman khas Toraja, tuak. Untuk lapak yang saya tempati membeli beras kampung, langsung berhadapan dengan warung makan.Â
Sejak pukul tujuh pagi, satu-persatu penjual beras kampung lokal mulai membuka gerai lapak mereka. Peti besar yang menjadi tempat penyimpanan beras dan berbagai wadah jualan di belakang lapak dibuka. Puluhan nyiru berisi beberapa liter beras dikeluarkan satu per satu.Â
Beberapa nyiru berukuran besar berisi beras ketan lokal. Ada beras ketan putih, merah dan hitam. Sementara beras biasa pun ada beras merah. Setiap nyiru yang berisi beras akan membentuk semacam piramida.Â
Saya sempat bertanya nama-nama beras lokal tersebut. Ada yang dinamai beras manalagi. Ada pula beras lokal asli Toraja, tetapi saya lupa namanya, biasanya disebut pare/barra' koa'. Bulirnya sedikit besar, agak bundar dan memiliki warna putih mencolok.Â
Jika digenggam dan dicium, sangat jelas beras kampung ini memiliki aromanya masing-masing. Beras kampung Toraja biasanya hanya dipanen sekali setahun. Selain karena faktor sawah tadah hujan, penyebab lainnya adalah karena adanya ritual adat yang tidak boleh bersinggungan dengan masa tanam.Â
Selain beras lokal, terdapat juga barang dagangan lokal lainnya yang merupakan barang kebutuhan dapur. Di sela-sela pajangan aneka macam beras teronggok beberapa keping gula merah, minyak kelapa (bahasa lokal disebut minyak pantanak), biji mentah kopi robusta dan telur ayam kampung.Â