Kecamatan Simbuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan selalu menawarkan kesejukan dan kedamaian setiap kali mengunjungi wilayah terpencil tersebut. Perjalanan darat yang menantang, sedikit ekstrim dan melelahkan selama 5 hingga 8 jam akan terbayar lunas oleh sajian pemandangan di sana. Tubuh yang letih dan pegal-pegal akan dimanjakan oleh suasana alamnya, budayanya, dan kearifan lokalnya.Â
Menginjakkan kaki di Kecamatan Simbuang seperti sayur bening tanpa garam jika belum sempat mengunjungi salah satu ikon terunik di sana. Ikon yang dimaksud adalah sebuah bangunan gereja. Tempat ini adalah  tujuan primadona bagi orang-orang yang datang ke Kecamatan Simbuang. Entah ia mahasiswa, pegawai, pendeta hingga pejabat akan selalu menyempatkan diri untuk mengambil dokumentasi di gereja tersebut.Â
Nama bangunan gereja unik tersebut adalah Gereja Toraja  Jemaat Sima, Simbuang.  Juga populer dan masih melekat dengan nama legendaris, Gereja Tua Sima, Simbuang. Gereja ini dibangun pada tahun 1935. Kampung Rura, Kelurahan Sima adalah nama lokasi gereja berada.
Terletak di atas ketinggian wilayah Simbuang, gereja ini berdiri kokoh menjaga peradaban sekaligus sebagai simbol ke-Kristenan di Kecamatan Simbuang.Â
Gereja ini sangat unik. Memiliki bentuk yang berbeda dengan bangunan gereja pada umumnya di Tana Toraja. Model bangunan gereja mengikuti model rumah adat Toraja, tongkonan yang tampak jelas dari bangunan atapnya yang menyerupai perahu. Keunikan berikutnya adalah model rumah tongkonannya persis mengikuti rumah tongkonan khas Kecamatan Simbuang.
Sekali lagi, siapapun yang berkunjung ke Kecamatan Simbuang, akan selalu mencari dan menyempatkan diri untuk mengunjungi bangunan gereja ini. Termasuk saya yang sampai beberapa kali bertanya akan lokasinya. Ketika menuju Simbuang dengan rute Makale-Bonggakaradeng-Simbuang, bangunan gereja ini tidak akan terlihat karena lokasinya ada di atas jalan raya, sedikit tertutupi oleh bukit di mana bangunan gereja berdiri. Inilah yang membuat saya tidak sempat singgah saat pertama kali ke Simbuang. Jujur saja, saya pun dibuat penasaran saat itu. Ternyata, lokasi gereja ada di desa (lembang) kedua yang dilewati ketika memasuki Kecamatan Simbuang.
Sejarah untuk perjalanan hidup saya yang akhirnya bisa menginjakkan kaki di halaman gereja ketika saya akan kembali dari Simbuang dalam rangka menjalankan tugas Pendampingan Individu I (PI 1) Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 9 Kabupaten Tana Toraja. Itu pun saya sempat bertanya beberapa kali, termasuk ke Calon Guru Penggerak yang saya dampingi. Bahkan saya sempat melewatinya dan memutar motor untuk kembali mendapatkannya.Â
Gereja Tua Sima akan terlihat sangat jelas jika mengambil arah keluar dari Kelurahan Sima, Simbuang. Bangunan gereja tepat di bagian sebelah kanan. Ada jalan raya yang sudah dirabat beton sebagai akses masuk halaman gereja. Halamannya sangat luas. Panasnya terik matahari tidak akan terasa karena cuaca dingin pegunungan. Tiupan angin sepoi-sepoi makin menambah rasa ingin bertahan lama di gereja.
Ada rasa damai ketika berdiri atau bernaung di bawah atap bangunan Gereja Tua Sima. Suasana lingkungan sekitarnya yang masih asri, damai dan tenang. Hanya ada rumah pendeta atau pastori yang menemani gereja tua ditambah lumbung (alang) khas Simbuang.Â
Menara gereja biasanya terletak di bagian depan gedung gereja. Berbeda dengan Gereja Tua Sima, menaranya berada di tengah-tengah atap gedung gereja. Di atas menara ada simbol menyerupai kepala ayam jantan.
Gereja Tua Sima dibangun melalui swadaya oleh warga Simbuang yang telah menganut agama Kristen. Gereja Tua Sima dibangun dengan bahan utama kayu termasuk atapnya dulu. Luar biasanya lagi, bahan baku yang digunakan untuk pembangunan gedung gereja hanya berasal dari satu pohon saja. Kemudian, pembangunan gereja saat itu dibangun berlandaskan toleransi antara penganut agam Kristen dan agama kepercayaan Aluk Parandangan atau Aluk Todolo. Â
Bisa dibayangkan pada tahun 1935, belum ada akses jalan untuk membawa material bangunan seperti pasir, semen, paku dan atap seng. Akses jalan ke Simbuang masih tertutup, masih berupa jalan setapak. Alat transportasi yang ada hanya kuda, selebihnya jalan kaki. Maka warga setempat memanfaatkan sumber alam yang ada yakni kayu. Seiring jalannya waktu, beberapa bagian gereja telah mengalami kelapukan karena  termakan usia, sehingga telah dilakukan pemugaran atau renovasi. Termasuk atap kayu yang telah lapuk dan diganti dengan atap seng.Â
Renovasi yang dilakukan tidak mengubah sedikit pun bentuk gereja dari bangunan aslinya. Hal ini bertujuan agar bangunan kuno vernakular ini tetap lestari sebagai gereja bersejarah di Simbuang.Â
Ukiran khas Toraja terukir jelas di atas pintu masuk gereja. Â Masih tampak jelas tulisan di depan gereja yang memberikan informasi tentang pembangunan gereja. Oya, menurut sejarah zending dan penyebaran agama Kristen di Tana Toraja, masuknya agama Kristen di wilayah Simbuang dipelopori oleh misionaris asal Belanda, Antonie Aris van de Loosdrecht.Â
Jadi, jika suatu hari nanti ada pembaca Kompasiana yang berkunjung ke Kecamatan Simbuang, ingat untuk singgah sejenak menyaksikan Gereja Tua Sima, di kampung Rura, Kelurahan Sima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H