Kaesang Pangarep akhirya menjadi Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia. Meski bukan kader asli PSI, juga hanya hitungan puluhan jam setelah menjadi kader PSI, Kaesang langsung didapuk sebagai pimpinan tertinggi PSI. Partai besutan eks jurnalist Grace Natalie dan musisi Giring Nidji ini secara diplomatis menyerahkan tampuk Ketua partai kepada adik kandung wali kota Solo tersebut.Â
Pertanyaannya, kok bisa ya secepat itu Kaesang langsung jadi ketua partai politik? Padahal Kaesang tidak punya pengalaman sejengkal terkait dunia politiknya selain keluarga besarnya yang telah "dibesarkan" oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Keluarga presiden Joko Widodo memang adalah kader PDIP selama kurang lebih 20 tahun sejak Jokowi diusung sebagai wali kota Solo.Â
Analisa sederhana tapi semoga tidak keliru. Pertama, PSI memang telah dipersiapkan Jokowi sebagai pelabuhan politiknya setelah periode kedua menjabat presiden. Peluang meneruskan karir politik Jokowi ke anak-anaknya di PDIP tak akan langsung direspon oleh PDIP lewat ketum Megawati Soekarno Putri mengingat ada sistim kaderisasi partai yang telah turun-temurun. Di PDIP tidak mengenal kader instant, semua melalui proses kaderisasi dan pendidikan politik secara bertahap.Â
Dinasti politik yang kemungkinan terjadi di keluarga Jokowi tentunya sulit terealisasi di PDIP. Keluarga besar banteng lebih fokus membentuk kader militan untuk menjadi pemimpin yang sesuai dengan AD/ART partai ketimbang gaya instan.Â
Sinyal PSI akan menjadi pelabuhan keluarga Jokowi sudah nampak sejak awal tahun 2023. Mengapa demikian? Sebelum Kaesang menjadi ketum PSI, para kader PSI telah memasang berbagai baliho yang menyatakan PSI tegak lurus bersama Jokowi. Ada pula serentetan baliho PSI mengajak Kaesang mengikuti pilwalkot Depok.Â
Kedua, PSI menerapkan sistim "aji mumpung" Mumpung Jokowi lagi berkuasa dan ada putranya yang potensial untuk diajak bergabung. Dengan menjadikan Kaesang sebagai ketum partai, PSI berharap mendapatkan tuah Jokowi lewat kenaikan jumlah pemilih PSI. Peluang ini sangat dimanfaatkan oleh PSI agar bisa mendulang suara signifikan untuk mencapai ambang batas parlemen.Â
Ketiga, mungkin ada keretakan di antara ketum PDIP, Megawati Soekarno Putri dengan Jokowi sehingga Jokowi merencanakan karir politik di luar PDIP. Bisa saja ketidaksesuaian ide tentang penentuan capres dan cawapres. Meskipun Jokowi hadir pada deklarasi Ganjar Pranowo sebagai capres, akan tetapi Jokowi lebih mesra dengan Prabowo Subianto. Ketika deklarasi prof. Mahfud M. D. sebagai cawapres Ganjar, Jokowi dan keluarganya tidak bergabung. Jokowi sedang kunjungan kerja ke luar negeri dan Gibran persiapan ke Jakarta untuk menerima pinangan koalisi Indonesia Maju.Â
Keempat, miskomunikasi Jokowi dan PDIPÂ bisa juga terjadi sekalian dengan proyek IKN di Kalimantan. Bagaimanapun juga, Jokowi butuh penerus untuk IKN. Sejauh ini Prabowo yang telah memberikan respon melanjutkan kerja Jokowi. Nama koalisi Indonesia Maju di kuburan Prabowo adalah respon Prabowo terhadap kelanjutan kerja Jokowi. Sementara di kubu Ganjar belum ada pernyataan terang-terangan terkait IKN.Â
Sekali lagi, semoga analisa ini tidak keliru. Mengingat Jokowi adalah pribadi yang misterius dalam menyampaikan pendapat. Kejutan demi kejutan bisa saja terjadi. Baik yang menyangkut kesetiaanya kepada PDIP ataupun ada manuver politiknya bergabung dengan partai lain.Â
Dampak positif dari terdaulatnya secara aklamasi Kaesang menjadi ketum DPP PSI adalah diberinya ruang bagi usia muda masuk karir politik. Terlepas dari gaya instan dan aji mumpung, Kaesang bisa menjadi motivator bagi pemuda untuk berpolitik. Seperti tagline Kaesang "Politik adalah jalan ninja kita"