Setiap daerah dan setiap suku memiliki caranya masing-masing yang menggambarkan suasana kehidupan sehari-hari. Â Seperti halnya suku Toraja yang masih memegang kuat satu tradisi dalam kehidupan sehari-hari, yakni ma' kombong. Kegiatan ma' kombong adalah bentuk kerja sama dalam satu kelompok masyarakat. Bsa juga diartikan sebagai aksi gotong-royong mengangkat sebuah pekerjaan. Kelompok ma' kombong bisa terbentuk dari satu desa, kelompok peribadatan (gereja/mesjid), lingkup RT/RW atau dalam bentuk komunitas lainnya. Umumnya ma' kombong di Toraja terbentuk dari kelompok masyarakat di gereja, misalnya kelompok PKBGT (Persekutuan Kaum Bapak Gereja Toraja), kaum ibu dan pemuda.
Pada beberapa temapt di Toraja, ma'kombong dilakukan untuk mencari dana. Misalnya untuk dukungan pembangunan gereja tau mesjid. Maka diaktifkanlah kegiatan ma'kombong. Misalnya, anggota kelompok/masyarakat yang dikombong lahan kebun/sawahnya, akan mengeluarkan sejumlah biaya pekerjaan yang nantinya akan disumbangkan. Jadi, tenaga kelompok yang ma' kombong tidak dibayar. Tapi, hasil kerja merekalah yang bernilai rupiah untuk menjadi sumbangan dana.Â
Seperti yang dilakukan oleh kelompok bapak-bapak pada salah satu gereja di kampung Batusura', Kecamatan Rembon. Kelompok bapak-bapak tersebut memiliki jadwal rutin untuk bergantian saling membantu sesama anggota PKBGT. Dikoordinir oleh pendeta jemaat setempat, yaitu Pdt. Yulius nelson, S.Th, para kaum bapak aktif ma' kombong. Aktifitas mereka selain  bertujuan untuk mengumpulkan dana pembangunan gereja, juga untuk mempererat kekeluargaan sesama anggota. Adapun pekerjaan yang mereka kombong antara lain, membuka peamtang sawah, menanam padi, petik panen, mendirikan rumah hingga membersihkan kebun. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan jenis kebutuhan tiap anggota.Â
Bagaimana dengan makanan dan minuman selama ma'kombong? Keluarga yang dipilih sebagai tempat ma'kombong bisa menyediakannya. Namun, secara umum, setiap anggota kelompok yang ma'kombong memilih membawa bekal masing-masing. Di sinilah keunikan dan kemeriahannya. Ragam menu makanan dan minuman para kaum bapak bertemu. Walaupun sederhana, akan tetapi nikmatnya luar biasa.
Selepas membersihkan kebun coklat dan kebun kopi, bapak-bapak mempertemukan bekal yang mereka bawa. Oleh karena orang Toraja sebagian besar adalah petani tuak dari aren, maka minuman inilah yang paling dominan mereka bawa. Di kebun, mereka membakar ubi atau talas dipadu dengan ikan bakar/ikan kering sebagai lauknya.Â
Canda tawa riuh hampir menghiasai setiap menit pekerjaan mereka. Inilah sisi lain ma' kombong versi orang Toraja. Meskipun dalam bekerja rutin mengonsumsi alkohol dari air tuak, akan tetapi pekerjaan selesai dengan baik. Tidak ada rasa mabuk apalagi pertengkaran. Semuanya ceria dan bahagia.Â
Sejenak, satu hari dalam seminggu menjadi semacam rekreasi bagi kaum bapak melepaskan penat pekerjaan mereka masing-masing. Oya, adapun waktu kerja ma' kombong di Toraja biasanya disesuaikan dengan adanya hari libur, misalnya tanggal merah. Bagi warga Kristen, jarang melakukan kegiatan ma' kombong di hari Minggu atau pada hari raya Nasrani lainnya. Paling populer diselenggarakan pada hari libur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H